Halaman

Menolak Israel Bermain di Indonesia, Untung atau Buntung?


Sekarang ini sedang viral berita tentang penolakan dari beberapa kelompok masyarakat terhadap Timnas Israel untuk bermain di Indonesia dalam kejuaraan Piala Dunia U-20. Beberapa Tokoh dan organisasi yang menolak kehadiran Timnas Israel itu antara lain adalah Gubernur Bali I Wayan Koster, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, PDIP, PKS, PAN, MUI, MER-C, dan KNPI, termasuk juga kelompok massa FPI dan alumni 212. Lalu, apa alasannya sehingga mereka menolak Timnas Israel?

Ada berbagai macam alasan yang mendasari penolakan ini.
Alasan pertama, karena penjajahan Israel terhadap Palestina sudah melanggar konstitusi yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama,
yang menyatakan, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah gak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Alasan kedua, karena amanat Soekarno untuk terus mendukung kemerdekaan Palestina. Soekarno pernah menolak Indonesia untuk berhadapan dengan Israel dalam kualifikasi Piala Dunia 1957, dan menolak Israel di Asian Games 1962 demi solidaritas terhadap Palestina meskipun Indonesia harus diskors dengan tidak bisa berlaga di Olimpiade 1964.
Alasan ketiga, Sebagai bentuk solidaritas dan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Jika Indonesia menerima Timnas Israel berlaga di Indonesia maka itu akan mencederai hati saudara-saudara seiman (muslim) di Palestina. Alasan ketiga ini erat hubungannya dengan agama.
Alasan terakhir adalah keamanan. Kehadiran Timnas Israel yang telah ditolak oleh beberapa kelompok dan tokoh masyarakat akan membuat situasi tidak kondusif dan berpotensi terjadi kekacauan atau tindakan terorisme seperti pada kasus bom Bali. Tentunya hal ini akan membuat biaya pengamanan menjadi semakin besar.

Jika alasannya untuk menegakkan konstitusi yang menyatakan bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, maka kelompok-kelompok yang menolak Israel itu seharusnya juga menolak Rusia yang saat ini sedang menjajah sebuah negara merdeka, yaitu Ukraina. Tidak seharusnya mereka, diam bahkan mendukung Rusia sebagai penjajah karena kebencian mereka kepada NATO, khususnya Amerika. Sebab saat ini banyak orang yang memberlakukan standar ganda dalam mendukung sebuah negara yang terlibat dalam sebuah konflik. Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina juga sudah menimbulkan banyak kerugian materi, korban luka dan jiwa. Itu adalah bukti nyata akibat dari penjajahan yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan yang tentunya bertentangan dengan konstitusi dalam pembukaan UUD 1945.

Lalu, apa untungnya menolak Timnas Israel? Kenapa baru diprotes sekarang? Kenapa tidak dari awal sejak Indonesia ditetapkan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada tahun 2019 yang lalu? Apakah penolakan ini punya dampak positif yang langsung dirasakan oleh rakyat Palestina? 
Meskipun ditolak, hingga saat ini Israel masih tetap berdiri kokoh dan tetap saja tidak tercipta perdamaian antara Israel dan Palestina. Penolakan ini tidak berdampak apapun pada Israel dan tidak membuat Palestina otomatis merdeka dari Israel.

Apakah beberapa kelompok yang menolak Israel ini ingin agar Indonesia terus bermusuhan dengan Israel? Atau mereka masih terus mendukung Palestina khususnya 'kelompok Hamas' agar tetap memakai cara kasar (berperang) untuk bisa meruntuhkan Israel? Belajarlah dari sejarah! Bahkan Negara Israel pun masih tetap kokoh berdiri meskipun sudah dikepung dan diserang oleh koalisi Negara-negara Arab, contohnya dalam 'Perang Enam Hari' dan 'Perang Yom Kippur'. Saat itu Israel tetap tampil sebagai pemenang. Permusuhan dan perang bukan solusi yang efektif untuk mengubah sikap Israel atau untuk mendamaikan Israel-Palestina. Justru beberapa negara Arab yang dulu memusuhi Israel dan berperang dengan Israel sekarang sudah berdamai dengan Israel, seperti Mesir (pada 17 September 1978), Yordania (pada 26 Oktober 1994), Maroko (pada 10 Desember 2020), Sudan (pada Februari 2020), Bahrain (pada September 2020), dan Uni Emirat Arab (pada 13 Agustus 2020). 

Lalu, kenapa masih ada beberapa kelompok masyarakat yang masih menghendaki agar Indonesia tetap memusuhi Israel dengan menolak atlet Israel untuk datang dan berlaga di Indonesia? Apakah orang Indonesia sudah lebih Arab dari orang Arab itu sendiri, atau bahkan orang Indonesia sudah lebih Palestina dari orang Palestina itu sendiri? Bahkan Dubes Palestina sendiri pun tidak mempermasalahkan kehadiran atlet Israel di Indonesia.
Dalam pertemuan antara Dubes Palestina dengan Presiden Jokowi pada 24 Maret 2023, tidak lama setelah terjadinya beberapa penolakan itu, Dubes Palestina Zuhair Al Shun mengatakan bahwa Indonesia tidak usah mempermasalahkan kehadiran Israel U-20 di Indonesia seraya menyebutkan bahwa negaranya tidak mau masuk ke dalam pusaran polemik ini. 

Sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya atlet Israel berlaga di Indonesia. Sebelumnya sudah ada atlet badminton Israel Misha Zilberman yang bertanding pada kejuaraan dunia badminton 11 Agustus 2015 di Istora Senayan Jakarta. 
Kemudian ada Yuval Shemla dan Noa Shiran yang berkompetisi di ajang kejuaraan dunia panjat tebing 2022 yang digelar di lot 16-17 SCBD Jakarta pada 24 hingga 26 September 2022 lalu. 
Yang terbaru ada atlet sepeda track, yaitu Mikhail Yakovlev, Rotem Tene, dan Vladyslav Loginov, yang berkompetisi di ajang UCI Track Cycling Nations Cup 2023 yang digelar di Jakarta International Velodrome pada 23 hingga 26 Februari lalu. 
Mereka semua sudah tampil berkompetisi tanpa ada polemik yang berarti. 

Sebelumnya juga Delegasi Israel pernah hadir di Indonesia dalam Inter-Parliamentary Union (IPU) General Assembly ke-144 yang digelar di Nusa Dua, Bali, dari 20-24 Maret 2022 dengan tema ‘Getting to Zero: Mobilizing Parliament to Act on Climate Change’. Ajang ini dihadiri lebih dari 110 perwakilan negara anggota IPU, termasuk delegasi dari Israel. Saat itu Ketua DPR RI Puan Maharani sendiri yang memimpin Sidang Umum IPU ke-144.
Jika kita mundur lebih jauh ke belakang, dalam buku Soeharto: The Life and Legacy of Indonesia’s Second President (2007), Presiden Soeharto pernah menerima Yitzhak Rabin dalam kediamannya di Cendana pada 15 Oktober 1993. Rabin merupakan Perdana Menteri kelima Israel pada 1974 hingga 1977.
Pertemuan itu terjadi, lantaran posisi Yitzhak Rabin merupakan Ketua Gerakan Non-Blok. Dalam pertemuan itu, mereka juga turut membahas hubungan dagang kedua negara.

Menurut saya, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi sudah berada di arah yang benar dengan sikapnya yang semakin melunak terhadap Israel. Pemerintah terlihat sudah tidak lagi terlalu memusuhi Israel. Meskipun belum membuka jalur diplomasi dengan Israel, tetapi beberapa elemen masyarakat sudah menjalin hubungan dengan Israel, salah satunya yaitu hubungan dagang. Saya sepakat dengan presiden Jokowi yang mengatakan agar jangan mencampuradukkan urusan olahraga dengan politik. Melihat sikap Jokowi ini saya teringat Almarhum Gus Dur dengan gagasan sederhananya, yaitu Indonesia mustahil bisa berperan dalam perdamaian Palestina dan Israel jika tidak menjalin hubungan diplomatik dengan keduanya. Dengan kata lain, Indonesia tidak mungkin mendamaikan kedua belah pihak jika hanya merangkul salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain dimusuhi.

Jika Indonesia ingin menjadi jembatan perdamaian antara Israel dan Palestina sebagai bentuk dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, Indonesia seharusnya menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan Israel, bukan malah memusuhi Israel. Logikanya, apakah kita akan mendengarkan perintah, nasihat, dan permintaan dari orang yang memusuhi kita, yang sedang berusaha mendamaikan kita dengan sahabatnya yang juga berkonflik dengan kita? Hal itu tentunya aneh. Apakah masuk akal jika musuh kita (yang belum berdamai dengan kita) berhasil mendamaikan kita dengan sahabatnya yang juga adalah musuh kita? Itu sulit diterima nalar. Justru kita akan menjaga jarak, curiga dan waspada terhadap mereka yang memusuhi kita atau yang menjadi musuh kita. Kita akan mengabaikan atau menolak pesan mereka. Kemungkinan besar kita akan lebih mendengarkan pendapat dari orang yang tidak memusuhi kita atau orang yang kita anggap netral, apalagi jika mereka itu sahabat karib kita sendiri. 

Bangsa Israel itu memang terkenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk, dan itu disebutkan dalam Alkitab Perjanjian Lama. Akan tetapi, Allah sangat mengasihi mereka dan menghendaki mereka bertobat dan selamat. Mereka adalah bangsa pilihan Allah, yang dari bangsa inilah lahir seorang Juru Selamat, yaitu Yesus Kristus. 
Oleh karena sikap bangsa Israel yang tegar tengkuk inilah maka pesan (bisa berupa perintah, saran, dan permintaan) dari negara sahabatnya pun belum tentu disetujui dan dilakukan, apalagi pesan dari negara yang memusuhinya. Meskipun demikian, pesan dari negara sahabat Israel termasuk negara yang netral memiliki kemungkinan didengarkan, dipertimbangkan, dan dituruti Israel. Sedangkan pesan dari negara yang menjadi musuhnya kemungkinan besar akan ditolak mentah-mentah oleh Israel, apalagi jika pesan itu tidak memberikan keuntungan apapun bagi Israel, malahan sebaliknya justru merugikan Israel.

Jika Indonesia ingin menjadi jembatan perdamaian antara Israel dan Palestina, sekurang-kurangnya jangan memusuhi Israel agar suara Indonesia akan semakin didengarkan dan dipertimbangkan oleh Israel. Proses perdamaian pasti butuh waktu, tidak instan. Jika Indonesia masih menganggap Israel sebagai musuh maka jangan harapkan perdamaian Israel-Palestina dan kemerdekaan Palestina seutuhnya akan terjadi dengan perantaraan atau campur tangan Indonesia. Ketika Indonesia menyampaikan pesan yang ditujukan kepada Israel, saya yakin pesan itu kemungkinan besar akan diabaikan atau ditolak oleh Israel. Justru penolakan terhadap Timnas Israel yang terjadi saat ini yang membawa-bawa nama Palestina berpotensi memanaskan kembali hubungan antara Israel dan Palestina, serta bisa menimbulkan masalah baru bagi Palestina. 

Akibat dari beberapa penolakan terhadap Timnas Israel ini, FIFA akhirnya membuat keputusan dalam keterangan tertulis pada Rabu (29/3/2023) malam WIB, yang berisi bahwa FIFA membatalkan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Keputusan pembatalan ini merupakan keputusan FIFA yang tidak bisa diganggu gugat. Organisasi ini punya otoritas sendiri yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah. Semoga saja Indonesia tidak mendapatkan sanksi dari FIFA. 

Saya bukan fans atau penggemar sepak bola, tetapi saya yakin keputusan ini membuat banyak penggemar sepak bola (termasuk juga pendukung Israel) merasa kecewa. Indonesia akhirnya batal menjadi tuan rumah sebuah event internasional yang akan membuat banyak mata tertuju pada Indonesia. Sepak bola adalah olahraga yang paling banyak penggemarnya di dunia. Sepak bola juga bisa menjadi alat untuk menjaga dan membangun perdamaian dunia. Mengutip dari laman World Atlas, sepak bola memiliki fans terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 4 miliar fans, kemudian disusul oleh Kriket 2,5 miliar fans, Hoki 2 milliar fans, dst.

Yang paling saya sayangkan sebenarnya adalah sikap Ganjar Pranowo dan PDIP yang menolak Timnas Israel. Bagi saya ini blunder. Penolakan mereka ini seolah-olah menunjukkan bahwa mereka berseberangan dengan pemerintahan Jokowi. Jikapun tujuannya untuk mencari dukungan dari masyarakat yang mayoritas muslim (baik moderat, konservatif, maupun radikal) yang selama ini menyuarakan kemerdekaan Palestina, tetapi belum memilih PDIP, itu masih sangat kecil kemungkinannya untuk berhasil. Banyak partai Islam (baik yang moderat maupun konservatif) yang dari dulu sudah secara konsisten mendukung dan menyuarakan dengan lantang kemerdekaan Palestina dengan cara yang berbeda-beda, seperti PKB, PPP, PKS, dan PAN. 

Saya sendiri memang bukan pendukung PDIP dari awal. Dulu saya adalah pendukung Golkar sebab kedua orang tua saya adalah PNS yang di zaman orde baru harus mendukung dan memilih Golkar.
Saya baru memilih PDIP pada tahun 2014 karena figur Jokowi yang saya sukai saat itu. PDIP adalah partai pilihan saya saat ini yang saya kenal sebagai partai yang nasionalis, dan Ganjar Pranowo adalah salah satu tokoh nasionalis yang saya harapkan bisa menjadi calon presiden dan terpilih sebagai presiden, sehingga nantinya dia bisa melanjutkan program-program yang baik dari pemerintahan Jokowi. 

Semoga PDIP dan Ganjar Pranowo tidak meremehkan masalah ini dan segera mengantisipasinya, bisa saja peristiwa ini akan sangat mempengaruhi elektabilitas mereka. Jika elektabilitasnya naik atau sekurang-kurangnya tidak berubah tentu itu merupakan kabar baik, tetapi jika elektabilitasnya turun tentu itu akan menjadi bencana bagi PDIP dan Ganjar sendiri. Saya percaya suara para penggemar sepak bola (plus suara pendukung Israel) di Indonesia yang juga merupakan pendukung PDIP dan Ganjar Pranowo, termasuk mereka yang mulai tertarik dengan PDIP dan Ganjar, jumlahnya cukup banyak. Kita tentunya tidak bisa menghitung dengan pasti siapa saja di antara mereka yang sangat kecewa dan akhirnya mengubah dukungan/pilihannya baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Belum juga dengan provokasi yang terus menerus dihembuskan pihak lawan yang bertujuan untuk menjatuhkan PDIP dan Ganjar Pranowo.

Pada akhirnya, berdasarkan tulisan ini mungkin ada orang-orang yang akan menganggap jika saya adalah pendukung Israel karena saya terlihat seperti mendukung Timnas Israel berlaga di Indonesia, dan mengharapkan agar Indonesia menjalin relasi yang lebih baik dengan Israel. Itu benar, tetapi tidak sepenuhnya benar. Pada dasarnya saya adalah seorang Kristen yang artinya Pengikut Yesus Kristus, yang ajaran utamanya adalah kasih, yaitu kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama manusia. Menjadi seorang Kristen bukan berarti saya otomatis setuju dan mendukung semua yang dilakukan oleh Israel, apalagi jika itu jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Yesus sendiri, yaitu kasih. 

Israel yang sekarang juga berbeda dengan Israel yang dulu. Sekarang, Israel yang sudah menjadi negara ini terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Dalam negara Israel ada suku bangsa Yahudi yang menjadi mayoritas sebesar 70%, kemudian Arab 20%, dan sisanya ada Druze, Aram, Armenia, dll. Agamanya ada Yahudi yang juga menjadi mayoritas, kemudian Islam, Kristen, dll. Begitupun halnya dengan Palestina. Dalam negara Palestina juga hidup orang-orang dari berbagai suku bangsa dan agama. Yang menjadi mayoritas di Palestina adalah suku bangsa Arab dan agama Islam.

Israel tidak selalu benar dan Palestina tidak selalu salah. Begitu pun sebaliknya, Palestina tidak selalu benar dan Israel tidak selalu salah. Kita harus dengan bijak melihat dari kasus per kasus, bukan menggeneralisir semua yang dilakukan Israel ataupun Palestina. Sebab sama seperti kita dan bangsa-bangsa lain di dunia ini, bangsa Israel dan Palestina pun hanyalah sekumpulan manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan dosa. 
Jika anda ingin mengetahui lebih jelas sikap saya terhadap Israel, silahkan baca tulisan ini:

Semoga api cinta kasih Allah akan terus menyala dalam diri setiap orang sehingga perdamaian akan selalu tercipta di antara bangsa-bangsa yang hidup dan berdiam di muka bumi ini. Terima kasih, Tuhan memberkati! 🙏

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky