"Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan."
"Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (lih. Yoh 8:1-11)
Dalam ayat di atas kita bisa membaca sekilas percakapan Yesus dengan seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa perempuan itu ke hadapan Yesus dan bertanya dengan maksud untuk mencobai Yesus, sehingga mereka bisa menyalahkan-Nya. Sesuai tradisi pada jaman itu menurut hukum Taurat Musa maka hukuman bagi perempuan yang kedapatan berbuat zinah adalah dirajam dengan batu (lih. Im. 20:10; Ul. 22:22-24). Namun, tanggapan Yesus justru di luar dugaan mereka semua. Yesus justru balik bertanya kepada mereka dengan maksud agar ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengintrospeksi diri sebelum menghakimi orang lain. Pada akhirnya mereka semua pergi satu per satu. Yesus pun kemudian mengampuni perempuan yang berzinah itu dan berpesan agar dia jangan berbuat dosa lagi.
Dewasa ini kita sering melihat bermacam-macam berita yang viral di media sosial dan media elektronik khususnya berita tentang public figure. Kita tentu masih ingat dengan kasus-kasus prostitusi artis dengan harga puluhan hingga ratusan juta rupiah, seperti kasus prostitusi Vanessa Angel yang dihargai 80 juta rupiah. Banyak pendapat yang kemudian muncul, ada yang pro dan ada yang kontra. Banyak orang yang kemudian mulai menjadi hakim atas kehidupan seseorang dan berani memvonis seseorang bersalah, sementara dia sendiri tidak menyadari bahwa dirinya pun masih gemar berbuat dosa. Padahal banyak juga perzinahan yang terjadi dalam bentuk yang lain, seperti menduakan Tuhan dan berzinah dengan diri sendiri (cinta diri berlebihan), berzinah dengan harta, jabatan, dsb. Orang-orang menjadi hamba dari berhala-berhala itu, lebih mencintai hal-hal duniawi dan takut kehilangannya daripada kehilangan Tuhan (Ada orang yang beragama, tapi tidak bertuhan). Orang-orang berzinah dengan hawa nafsu, menjadi sombong, egois, pembohong, rakus, tamak, dsb.
Dalam kehidupan setiap hari, kita banyak menemukan orang yang dengan cepat menghakimi orang lain ketika menerima sebuah informasi tanpa menelusuri kebenaran dari informasi tersebut.
Ketika kita menghakimi hidup seseorang, kita seakan menjadi orang yang sangat mengenal kepribadian orang tersebut, kita seakan mengetahui dengan pasti perjalanan dan perjuangan hidupnya sehingga dia menjadi seperti itu. Padahal kita tidak mengetahui apa yang sesungguhnya dia alami dan rasakan, apa yang sesungguhnya terjadi pada masa lalunya, dan kita juga tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada masa depannya. Mungkin saja masa lalunya sejak kanak-kanak kelam dan membentuk kepribadiannya yang buruk, dsb. Seorang anak ketika baru dilahirkan seperti kertas putih. Keadaan lingkungan sekitarlah yang kemudian menuliskan sesuatu dalam kertas itu, apakah isinya tulisan-tulisan bermakna yang indah, ataukah hanya tulisan tanpa makna yang mengandung goresan-goresan yang buruk seperti bekas luka.
Yang pasti, kita tidak mengetahui masa depannya akan menjadi seperti apa. Apakah dia akan berubah menjadi orang yang lebih baik atau justru menjadi lebih buruk. Cukuplah pengadilan negara yang memutuskan seseorang bersalah atau tidak. Yang sangat dibutuhkan dari kita adalah dibukanya pintu maaf dan diberinya kesempatan kepada seseorang untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Kita jangan ikut menjadi hakim atas kehidupan seseorang karena Yesus pun datang ke dunia ini bukan untuk menghakimi orang-orang berdosa, tetapi justru untuk menyelamatkan kita yang berdosa ini agar memperoleh hidup yang kekal. Semoga kita tidak menjauhi seseorang yang telah salah jalan, melainkan ikut membantunya sehingga dia bisa kembali ke jalan yang benar. Bukan orang sehat yang memerlukan dokter atau tabib, tetapi orang sakit. Tuhan memberkati 🙏
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.