Maut Tak Memandang Status, Jabatan dan Harta

Banyak orang di dunia ini lebih fokus mencari harta duniawi ketimbang harta surgawi. Mereka mengejar status sosial, jabatan, dan harta dengan berbagai cara, bahkan itu dilakukan dengan cara menyakiti orang lain baik fisik maupun hatinya. Mereka menimbulkan kerugian bagi orang lain baik materiil (uang, barang berharga, dsb) maupun immateriil (ketakutan, trauma, dsb). Status, jabatan, dan harta sering dijadikan tolak ukur sebuah kesuksesan, bukan hal-hal baik yang diajarkan Tuhan. Pola pikir 'yang penting sukses dan senang dulu, nikmati dulu hidup baru bertobat kemudian' sering dijadikan pembenaran atas sikap yang salah. 

Namun, yang harus kita sadari dan ingat yaitu maut datang seperti pencuri, dia tidak memberi tahu kapan datangnya. Maut tidak memandang usia, fisik, dan kesehatan; apakah tua atau muda, apakah ganteng atau jelek, apakah sehat atau sakit. Maut tidak mengenal status, jabatan, dan harta; apakah terpandang atau tidak, apakah atasan atau bawahan, apakah miskin atau kaya. Jangan sampai pertobatan itu datang terlambat. Maut datang lebih dahulu sebelum kita sempat bertobat dan menghasilkan perbuatan-perbuatan baik. 

Marilah kita persiapkan diri kita dengan baik sedini mungkin, seakan hidup kita tinggal hari ini saja, sehingga kita melakukan pertobatan dan menghasilkan banyak perbuatan baik setiap hari. Status, jabatan, dan harta tidak akan dibawa mati. Itu semua tidak dapat menolong kita dari maut. 

Marilah kita memperkaya hati kita dengan kasih, yaitu kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama manusia, yang akan menghasilkan perbuatan-perbuatan kasih. Kita hidup untuk kemuliaan Tuhan dan untuk kebaikan sesama manusia. Kaya harta dan kaya hati, itu baru keren. Tuhan memberkati! 🙏