Halaman

Pilkades: Jabatan atau Kekuasaan Menguji Karakter Seseorang

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di daerah saya yang dilakukan secara serentak di beberapa desa telah selesai. Siapapun yang terpilih sebagai Kepala Desa (Kades) berarti dialah pilihan rakyat dan tentunya harus didukung oleh seluruh komponen masyarakat agar desa bisa berkembang menjadi lebih maju. Ungkapan dalam bahasa Latin yang sangat populer yaitu "Vox populi, Vox Dei" yang artinya "Suara rakyat adalah suara Tuhan" masih terus diyakini banyak orang hingga saat ini. Sama halnya dengan Pilpres dan Pilkada, kehidupan berdemokrasi masyarakat dalam Pilkades ini terus diuji dan diasah untuk menjadi semakin dewasa. Namun, dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas pesta demokrasi dalam Pilkades secara keseluruhan, tetapi saya hanya akan lebih fokus membahas karakter seorang calon Kades sebelum dan sesudah dia terpilih, di saat dia telah memegang kekuasaan.

Untuk mencapai kedewasaan dalam demokrasi memang tidak mudah. Dalam mencapai kemenangan para calon Kades, tim sukses, dan simpatisan biasanya melakukan berbagai cara yang baik untuk menang, meskipun terkadang juga ada yang melakukan cara-cara yang tidak baik atau kotor, seperti provokasi, menyebarkan hoax, dll. Berbagai strategi pun sering diterapkan dalam kampanye, seperti mempromosikan kelebihan calon Kades, menyampaikan visi, misi, dan program kerja, serta menebarkan janji-janji manis lain kepada masyarakat desa. Namun, tidak hanya sampai di situ saja, ada juga calon Kades beserta tim sukses dan simpatisannya yang menjelek-jelekkan saingannya dan menyebarkan hoax untuk membunuh karakter saingannya (character assassination), melakukan jual beli suara atau politik uang (money politic), membuat janji dengan pihak tertentu dalam kontrak politik (ongkos atau mahar politik), dll, yang tentunya ini merupakan suatu hal yang tidak baik dalam proses demokrasi. 

Setelah seorang Kades terpilih, tentu pihak yang menang akan merasa sangat senang dan bangga dengan keberhasilan mereka. Rupa-rupa cara yang dilakukan pihak yang menang dalam merayakan kemenangannya. Ada yang bersyukur atas kemenangannya yang diyakini terjadi atas izin atau pertolongan Tuhan. Akan tetapi, ada pula pihak yang dengan bangga masih menyindir dan menghina pihak yang kalah. Pihak yang menang berpikir bahwa calon Kades dan strategi mereka yang terbaik. Euforia atau perasaan gembira dan bangga berlebihan ketika menang dalam kompetisi Pilkades ini tentu tidak baik, karena seorang Kades yang baru terpilih baru akan terbukti jika dia benar-benar baik setelah dia memegang jabatannya. Perjuangannya untuk membuktikan bahwa dia adalah seorang pemimpin yang baik baru akan dimulai. Kita boleh yakin bahwa Tuhan mengizinkan seorang Kades terpilih lewat suara masyarakat desa, tetapi apakah dia akan menjadi perpanjangan tangan Tuhan di saat dia memegang kekuasaan? Biarlah waktu yang membuktikan. Seperti halnya dengan calon Presiden atau Kepala Daerah, calon Kades tentu akan membuat pencitraan diri sebelum atau pada saat dia mencalonkan diri, tetapi karakter aslinya baru akan diketahui ketika dia mendapatkan jabatan itu, di saat dia memegang kekuasaan itu.

Abraham Lincoln, mantan Presiden Amerika Serikat ke-16 pernah mengatakan, "Jika ingin menguji karakter seseorang, beri dia kekuasaan." 
Seorang Kades yang terpilih akan dinilai dari cara kerjanya, bagaimana cara dia membangun desanya dan memecahkan berbagai permasalahan yang ada di desanya, bagaimana cara dia bersikap profesional dalam bekerja dengan tidak mencampuradukkan antara urusan pribadi dan pekerjaan. Dari situlah kita akan melihat karakternya yang sebenarnya, apakah dia benar-benar seorang yang baik, jujur, adil, bertanggung jawab, dan peduli dengan masyarakat desanya? Atau tidak!
Apakah dia bisa mempertahankan sikap rendah hati, hormat, dan peduli kepada orang lain seperti yang ditunjukkannya pada saat mencari dukungan dalam kampanye dulu? Atau ternyata dia berubah menjadi pribadi yang arogan, yang tidak peka terhadap masyarakat dan mempersulit orang lain yang butuh bantuan desa, apalagi orang tersebut tidak disukainya dan dianggap berseberangan dengannya. Dia menjadi pribadi yang tamak, yang rakus akan uang dan haus akan kekuasaan, hormat, dan pujian.
Permasalahan yang sering terjadi dalam desa hingga saat ini adalah penggunaan dana desa yang tidak transparan dan akuntabel. Dana desa yang dikelola tidak sesuai dengan aturan dan prosedur bisa menjadi masalah hukum. Banyak kasus korupsi atau penyelewengan dana desa yang ditemukan dan dilaporkan, belum termasuk penyelewengan dana desa yang takut dilaporkan atau yang belum terdeteksi.

Kita tentu bisa lebih mudah menilai karakter seorang calon Kades Petahana (incumbent) karena sebelumnya sudah pernah menjabat. Kita bisa melihat, apakah selama dia menjabat sebagai Kades dana desa digunakan dengan baik dan semestinya untuk kesejahteraan masyarakat desa? Atau dikorupsi? Apakah proyek-proyek desa berjalan dengan baik? Atau mangkrak? Dll. 
Namun, untuk calon Kades yang benar-benar baru kita kenal, kita harus lebih teliti lagi mencari tahu seluk-beluknya supaya kita tidak kecolongan seperti membeli kucing dalam karung. Berdasarkan ungkapan lama "tak kenal maka tak sayang", maka kita dapat melakukan berbagai cara untuk lebih mengenal calon Kades yang baru, termasuk mencari tahu pengalaman dan latar belakang calon Kades tersebut, mencari rekam jejak digitalnya, dan mendengarkan kesaksian dari orang-orang yang mengenalnya untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan. 
Akan tetapi, semua informasi yang kita terima itu jangan langsung ditelan mentah-mentah, apalagi informasi tentang calon Kades itu sumbernya berasal dari saingannya. Itu sebaiknya diteliti lagi lebih lanjut, apakah itu benar-benar valid, hanya dugaan, atau hoaks, mengingat segala hal bisa saja terjadi dalam pesta demokrasi termasuk politik kotor.

Saya sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan jika ada cara kampanye yang tidak baik yang dilakukan calon Kades selama caranya itu masih bisa ditolerir (Parameter atau ukuran baik dan tidak baik dapat diambil dari keberhasilan rekonsiliasi dan mediasi pasca Pilkades), tetapi saya lebih memperhatikan cara dia mengurus desanya ketika dia terpilih dan menjabat nanti. Ketika dia punya jabatan, ketika dia memegang kekuasaan, ketika dia menangani uang dan proyek yang besar, di situlah karakter, kapasitas, dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin diuji. Apakah dia seorang pemimpin yang baik, rendah hati, jujur, adil, bertanggung jawab, dan pemimpin yang benar-benar peduli pada masyarakat desanya? Atau dia ternyata pemimpin yang arogan dan tamak, pemimpin yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompoknya. 
Seorang Kades yang baik diharapkan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Dia bisa bekerja dan menyelesaikan urusannya secara efektif dan efisien, sehingga dapat menyejahterakan masyarakat desanya yang tentunya akan menimbulkan citra positif dan rasa simpati di dalam masyarakat.

Bukan suatu hal yang penting lagi bagi saya mengungkit suatu hal yang tidak baik yang pernah dilakukan seorang Kades, tim sukses dan simpatisannya sebelum Kades itu terpilih selama masih bisa ditolerir, bagaimana cara mereka melakukan pelanggaran dalam kampanye dan memperoleh suara. Apalagi hal tidak baik itu masih dalam bentuk kecurigaan atau dugaan yang masih perlu dibuktikan lebih jauh kebenarannya. Kecuali jika hal yang mereka lakukan itu sudah sangat buruk, sangat merusak dan menimbulkan kerugian materi, menyakiti jasmani dan jiwa orang lain, bahkan telah mengancam keselamatan jiwa seseorang. 
Contohnya, bukan hal penting lagi bagi saya mengungkit politik uang yang digunakan Kades terpilih saat kampanye dulu, apalagi jika yang digunakan adalah uang pribadi, meskipun ada peraturan perundang-perundangan yang melarang penggunaan politik uang. Politik uang memang masih sulit dihindari hingga saat ini mengingat kondisi ekonomi masyarakat kita yang rata-rata belum sejahtera. Masyarakat kalangan menengah ke bawah biasanya akan menjadi sasaran dari politik uang dan biasanya mereka dengan senang hati akan menerima uang tersebut.
Atau bukan hal penting lagi bagi saya mengungkit mahar atau ongkos politik yang dibuat dalam sebuah kontrak politik antara Kades terpilih dengan pihak tertentu saat kampanye dulu yang tentunya hal ini juga dilarang; seperti jika terpilih sebagai Kades maka dia akan mengangkat pihak tersebut sebagai perangkat desa yang baru menggantikan yang lama, dia akan memberikan lahan desa untuk digarap pihak tersebut, dia akan membantu partai yang berpihak padanya, dll, yang tentunya hal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat.

Namun, yang terpenting bagi saya ialah ketika calon Kades itu akhirnya terpilih dengan suara terbanyak dan sah menjadi Kades, dia tidak melakukan korupsi untuk mengembalikan uang yang dipakai dalam money politic dan tidak memperkaya diri sendiri. Dia tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok tertentu akibat terikat kontrak politik, yang tentunya akan merugikan masyarakat desa. Dia harus bisa melepaskan diri dan bekerja tanpa tekanan dari pihak yang punya kepentingan tertentu. Dia harus melaksanakan tugasnya sebagai Kades dengan baik, rendah hati, jujur, adil, bertanggung jawab, dan profesional. Dia harus bisa menyelenggarakan pemerintahan, membangun desa secara fisik, membina dan memberdayakan masyarakat desa dengan baik. Dia harus bisa memecahkan dengan baik berbagai permasalahan dalam desa, peduli dengan masyarakat desa tanpa memandang bulu, dan mampu menyejahterakan masyarakat desa. Jika dia mampu melakukan semua itu maka dia mampu membuktikan karakter, kapasitas, dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin yang baik. Dengan begitu, kesalahan yang mungkin dilakukannya pada masa kampanye termaafkan. Caranya untuk menjadi Kades mungkin tidak baik, tetapi ternyata dia punya tujuan yang baik setelah mendapat jabatan atau kekuasaan itu. Dia sungguh-sungguh bekerja dengan baik, rendah hati, jujur, adil, bertanggung-jawab, dan profesional dalam membangun desa dan menyejahterakan seluruh masyarakat desa. Ini ibarat seorang pendosa yang bertobat dan kemudian melakukan banyak perbuatan baik. Dosanya diampuni atau tidak, biarlah itu menjadi urusan antara dirinya dan Tuhan.

Satu lagi hal penting yang tidak bisa diabaikan yaitu perlunya diadakan rekonsiliasi pasca Pilkades serentak. Buang semua pikiran negatif karena itu cuma membuang energi percuma, dan belajar berpikir positif. Semua pihak harus siap menang dan siap kalah, saling memaafkan, memahami, dan menghargai sehingga setiap masyarakat desa bisa kembali menjalin relasi yang baik antara yang satu dengan yang lain, bersatu membangun desa, dan hidup dalam damai. Rekonsiliasi di tingkat desa sebenarnya lebih mudah dilakukan karena wilayah atau daerah pemilihan dalam Pilkades lebih kecil dibandingkan dengan Pilpres dan Pilkada, dan masyarakatnya sudah saling mengenal, bahkan banyak yang masih mempunyai hubungan kekerabatan atau kekeluargaan. Jika ada perselisihan atau sengketa hendaknya diselesaikan dulu dengan cara damai lewat mediasi oleh pihak tertentu yang punya kewenangan. Jalur hukum bisa dijadikan upaya terakhir yang ditempuh jika memang upaya mediasi tidak membuahkan hasil.

Semoga dengan kekuasaan di tangan mereka, para Kades yang telah terpilih akan menjadi perpanjangan Tangan Tuhan. Mereka mampu menunjuk karakter, kapasitas, dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin yang baik.
Semoga semua Kades yang telah terpilih benar-benar dapat menjalankan amanah dari masyarakatnya, dapat membangun desanya menjadi lebih maju, dan selalu menjaga persatuan dalam keberagaman untuk Indonesia yang lebih baik. Terima kasih, Tuhan memberkati! 🙏

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky