Halaman

Menjaga dan Menghargai Privasi Orang Lain

Tidak ada yang tahu identitas kedua orang dalam foto ini sebelum saya mengungkapnya. 

Foto ini adalah foto lama saya yang diambil oleh sahabat saya yang berprofesi sebagai fotografer menggunakan kamera profesional (Nikon). Foto ini terpaksa saya ambil dari tempat penyimpanan dan saya publikasikan sebagai contoh di saat seseorang sedang berusaha menjaga privasinya. Ini bukan akting atau berpura-pura malu dan tidak mau difoto, tetapi ini benar-benar saya sedang tidak ingin difoto, padahal penampilan saya sudah rapi dan suasana hati saya sedang bagus saat itu. Namun, saya bersyukur karena ternyata foto ini bisa bermanfaat di kemudian hari, bisa saya jadikan ilustrasi ketika saya terinspirasi untuk membuat tulisan saat ini. 
Sejak zaman dinosaurus (mesozoikum) hingga zaman now ... hehehe sorry, just kidding. Sejak dulu hingga sekarang saya akan segera meng-cover diri ketika saya menyadari jika saya sedang berada dalam target atau bidikan kamera. Caranya bermacam-macam, yaitu dengan berpura-pura mengangkat tangan agar wajah tertutup (seperti dalam foto), menutup wajah dengan telapak tangan, menundukkan kepala, memalingkan wajah, hingga bersembunyi dibalik sesuatu jika terpaksa. Hal seperti ini merupakan reaksi spontan yang juga terjadi pada banyak orang sebagai upaya untuk membuat proteksi diri dari bidikan kamera.

Saya bukan tidak suka difoto dan direkam, atau sok jual mahal, tetapi saya memang sering moody-an soal itu. Kecuali jika itu menyangkut tugas dan kewajiban saya, dan saya berada pada momen-momen tertentu yang berharga yang harus diabadikan lewat kamera, maka saya akan mau difoto atau direkam. Orang yang kenal dekat dengan saya tahu jika saya punya sifat dasar pemalu, apalagi terhadap orang asing, tetapi sifat itu akan berkurang bahkan hilang ketika orang itu sudah dekat dengan saya. Sifat pemalu itu juga terpaksa harus dihilangkan ketika saya harus tampil di depan umum karena harus melaksanakan tugas dan kewajiban saya, seperti bermazmur, bernyanyi dalam koor, bernyanyi dalam acara pernikahan dan HUT, memimpin ibadah, memimpin latihan beladiri, melakukan atraksi beladiri, dan ikut lomba. 
Kita memang dituntut untuk tampil percaya diri dan fokus ketika tampil di depan umum agar bisa memberikan performa terbaik dan terhindar dari kesalahan khususnya kesalahan besar atau fatal. Kita tidak boleh gugup dan kehilangan konsentrasi karena pandangan begitu banyak mata dan adanya teriakan-teriakan serta aksi penonton yang terlihat sedang memfoto atau merekam kita.

Setiap orang memang butuh privasi, dan standar atau ukurannya berbeda untuk masing-masing orang. Bahkan seorang artis atau public figure yang terbiasa tampil di depan umum pun butuh privasi. Kita mungkin pernah melihat dalam sebuah wawancara seorang artis atau public figure yang menyampaikan bahwa dia butuh privasi atau dia tidak bisa menjawab pertanyaan karena itu adalah privasinya. Mereka menjaga agar tidak semua kehidupan pribadi dan keluarga mereka serta orang-orang yang mereka kenal diungkapkan ke publik oleh media massa. Kisah Lady Diana yang meninggal dalam kecelakaan mobil bersama pacarnya Dodi al-Fayed pada tahun 1997 karena diburu paparazi adalah kisah yang sangat terkenal. Lady Diana berusaha menjaga privasinya, tetapi sayangnya berakhir tragis. Bagi yang belum tahu, paparazi adalah juru foto bayaran yang memburu para selebriti. Ketiga paparazi yang ditahan dan dituduh menjadi penyebab meninggalnya Lady Diana itu akhirnya dibebaskan pengadilan karena dianggap tidak melanggar privasi. Kecelakaan itu terjadi di tempat umum yang bukan menjadi area pribadi. 

Apakah kamu tahu atau masih ingat dengan seorang pengamen cilik berkostum badut yang cantik bernama Elin? Dalam sebuah channel YouTube OPRA Entertainment, Elin yang lagi viral saat itu mengungkapkan bahwa dia sebenarnya merasa risih ketika dia direkam dan difoto tanpa izin. Sebenarnya Elin ingin mengatakannya, tetapi dia khawatir nanti disangka anak kurang ajar. Selanjutnya, kakak Elin yaitu Alya menambahkan bahwa sebenarnya tidak masalah mengambil video atau foto asal dengan meminta izin terlebih dahulu. 
Berdasarkan pendapat dari ahli hukum yang dikutip dari KOMPAS.com, Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Indriyanto Seno Adji menjelaskan, bisa tidaknya pelaku perekaman atau pemotretan tanpa izin dipidana, tergantung pada kasusnya.
Menurutnya, perekaman video yang kemudian disebar atau diviralkan tanpa izin yang bersangkutan dapat dikenakan pidana.
Asalkan, konten video tersebut mengandung dugaan pelanggaran atas penghinaan atau pencemaran nama baik, pengancaman, penyebaran berita bohong, sara, kesusilaan, dan sebagainya. Analisisnya terhadap kasus video viral pengamen cilik, ada keberatan dari pengamen, tetapi perbuatan yang terekam dan tersebar tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum baik formil maupun materil. Bahkan, Indriyanto menambahkan, perekaman dan penyebaran video tersebut memberikan manfaat bagi pengamen yakni menjadi lebih dikenal publik.

Di era digital ini, kita semua bisa bertindak seperti paparazi tanpa bayaran karena hampir semua gadget seperti handphone atau smartphone, tablet, laptop, notebook dan komputer sudah dilengkapi dengan kamera. Kita bisa mengambil foto atau video orang lain dan menyebarkannya. Namun, yang harus diingat adalah jangan sampai kita melanggar hukum tentang hak atas privasi (termasuk juga hak cipta atau copyright). Seseorang bisa dihukum berat atau ringan, atau tidak dihukum sama sekali tergantung pada seberapa besar pelanggarannya. Akan tetapi, di sini saya tidak akan membahas hukum tentang hak atas privasi secara lebih jauh, tetapi tentang menjaga dan menghargai privasi orang lain.
Saya bukan artis, tetapi saya juga butuh privasi seperti banyak orang lain. Dalam dunia internet, website atau aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, dan WhatsApp, ada juga aturan privasinya (Policy Privacy) yang bertujuan untuk menjaga privasi setiap orang. Jadi, ketika seseorang mengatakan jangan mengambil foto atau videonya secara diam-diam tanpa izinnya, apalagi tujuannya untuk dipublikasikan di medsos atau digunakan untuk tujuan komersil, sebaiknya didengarkan dan dilaksanakan. Telinga dipakai untuk mendengarkan sehingga bisa tersimpan dalam memori kita, dan berdasarkan memori itu keinginan jari-jari kita untuk menari bebas di atas touchscreen atau keyboard seharusnya bisa dikontrol. 

Saya memang lebih suka memfoto atau merekam orang lain khususnya keluarga dan sahabat-sahabat saya dari pada diri saya sendiri. Kegiatan mengambil foto atau video dan mengeditnya adalah sesuatu yang saya sukai karena dalam hasilnya terkandung nilai seni atau nilai estetika. Kebanyakan dari foto dan video itu kemudian saya simpan sebagai kenangan di Google Photos, Dropbox, YouTube, dan Facebook, dan saya setting ke private sehingga hanya bisa dilihat oleh saya sendiri (bisa juga di-setting agar hanya bisa dilihat oleh keluarga). Hanya sedikit saja yang saya publikasikan berdasarkan pertimbangan bahwa foto dan video itu baik dan pantas, dan juga sudah diizinkan oleh orang-orang yang gambarnya ada dalam foto dan video tersebut. Jika ada bagian yang harus disensor maka saya akan mengeditnya dengan memotong bagian itu, atau menutup wajah dan bagian tubuh yang tidak pantas terlihat dengan stiker agar tidak berpotensi menimbulkan masalah. 
Kita jangan memublikasikan sesuatu kalau tidak mendapatkan izin dari orang yang punya gambar dalam foto atau video yang kita ambil. Misalnya, ketika ponakan saya mengetahui perbuatan saya yang iseng merekam aktivitasnya secara diam-diam, maka dia melarang saya agar tidak memublikasikan itu di medsos, bahkan ada foto dan video yang diminta untuk dihapus dari smartphone saya. Sudah tentu saya harus menuruti permintaannya itu. Bagi saya gambarnya dalam foto dan video itu terlihat imut dan lucu, tetapi mungkin bagi ponakan saya gambarnya itu terlihat tidak bagus, tidak lucu, memalukan, atau momennya tidak tepat, dll. 

Sangat penting untuk kita sadari bahwa tidak semua orang gemar atau suka difoto dan direkam dengan berbagai alasan yang berbeda. Jadi, bagi kita yang gemar memfoto atau merekam orang lain agar serius memperhatikan hal ini. Sah-sah saja ketika kita memfoto atau merekam diri kita sendiri dalam aktifitas atau kegiatan setiap hari, baik di mall, pasar, tempat wisata, tempat kerja, rumah, tempat tidur, maupun kamar mandi, sebab kita yang bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri. Akan tetapi, jika tindakan tersebut akan melibatkan orang lain sebaiknya kita lebih bijak dan berhati-hati dalam melakukannya, apalagi ketika kita bertujuan untuk memublikasikan itu di medsos atau untuk tujuan komersil. Kita memiliki hak untuk melakukan itu, tetapi jangan sampai kebebasan kita itu melanggar hak orang lain. Hak kita dibatasi juga oleh hak orang lain. 
Ketika kita memublikasikan sesuatu di medsos berarti kita secara sadar siap menerima segala konsekuensinya. Kita sadar dan tahu jika foto atau video yang dipublikasikan akan dilihat dan dibicarakan banyak orang, di-share, di-save, di-copy orang lain, atau digunakan untuk kepentingan tertentu. Jangan sampai kita mengecewakan orang lain hanya demi konten. Jangan sampai kita memanfaatkan orang lain agar postingan kita disukai dan mendapatkan dukungan, simpati, dan pujian dari banyak orang, contohnya dalam bersedekah, dll. Yang paling penting, jangan sampai kita melakukan semua itu dengan tujuan yang sangat jahat, seperti menyebarkan hoaks atau fitnah, untuk memprovokasi, dan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan orang lain (cyberbullying).

Setiap orang punya standar privasinya masing-masing, setiap orang punya pemikiran dan sifat yang berbeda. Ada orang yang dengan tegas dan terang-terangan melarang agar dia jangan difoto atau direkam. Ada orang yang menunjukkan dengan tanda-tanda bahwa dia tidak ingin difoto atau direkam, seperti foto saya ini di saat saya menutup wajah dengan tangan. Ada juga orang yang hanya diam meskipun dia sebenarnya tidak mau difoto atau direkam karena beberapa alasan, seperti merasa sungkan untuk menolak, tidak mau membuat orang marah, kecewa, dan berburuk sangka kepadanya, atau untuk menghargai dan menyenangkan orang yang memfoto atau merekam dirinya. Akan tetapi, ada juga orang yang cuma berpura-pura tidak mau difoto, cuma akting, atau cuma demi konten. Untuk yang ini kita abaikan saja. 
Pada intinya, kita harus peka dalam melihat situasi dan tanda-tanda tersebut. Kita jangan egois, meremehkan privasi orang lain, dan bertindak sesuka hati karena privasi adalah hak setiap orang dan ada hukum yang mengaturnya. Oleh sebab itu, marilah kita saling menjaga dan menghargai privasi masing-masing apalagi ketika seseorang sudah menyatakan kepada kita apa yang tidak disukainya atau apa yang dilarangnya. 
Terima kasih. Tuhan memberkati! 🙏

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky