Halaman

R.A. Kartini dan Nona Manado

Manusia terus mengalami pergeseran gaya hidup seiring dengan perkembangan jaman. Pada jaman dulu, para wanita/perempuan berjuang untuk mengangkat harkat dan martabatnya sebagai seorang wanita agar bisa sejajar dengan pria, sehingga muncul para pejuang emansipasi wanita. Namun, mirisnya saat ini banyak wanita yang justru merendahkan harkat dan martabatnya sendiri sebagai seorang wanita dengan hidup dalam pergaulan bebas dan dunia malam, terlibat prostitusi, narkoba, dsb. 

R.A. Kartini adalah contoh perempuan yang berusaha melepaskan diri dari kungkungan tradisi zaman dulu di daerahnya, yaitu Jawa. Dia memperjuangkan emansipasi wanita pada masa itu, khususnya wanita Jawa. Namun, lain halnya yang terjadi dengan para perempuan di Manado/Minahasa, Sulawesi Utara, yang dikenal dengan Nona-nona Manado. Pada zaman R.A. Kartini mereka sudah bebas bersekolah dan bisa mengecap pendidikan yang tinggi karena peran perempuan yang kuat di Manado/Minahasa, sehingga pada masa itu Minahasa menganut sistem matriarkal.

Berikut ini adalah sekilas info tentang R.A. Kartini dan Nona-nona Manado zaman dulu, para wanita terdidik yang berhasil mengangkat harkat dan martabat para wanita di zaman dulu. Sangat besar harapan kita semua agar seluruh wanita Indonesia bisa mengikuti jejak para pendahulunya. 

R.A. Kartini

Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini lahir pada 21 April 1879 dan meninggal pada 17 September 1904. Ia adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini adalah seorang pejuang emansipasi wanita pada saat itu, terutama wanita Jawa.
Ia dilahirkan dalam keluarga bangsawan Jawa di Hindia Belanda (sekarang Indonesia). 

Setelah bersekolah di sekolah dasar berbahasa Belanda, ia ingin melanjutkan pendidikan lebih lanjut, tetapi perempuan Jawa saat itu dilarang mengenyam pendidikan tinggi. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Di sini Kartini belajar bahasa Belanda. Namun, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena harus dipingit.

Oleh karena Kartini bisa berbahasa Belanda, di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft. Ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.

Kartini kemudian dijodohkan oleh orang tuanya dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan. Kartini didukung dengan mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Anak satu-satunya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Setelah Kartini meninggal, surat-surat Kartini diterbitkan di sebuah majalah Belanda, dan akhirnya pada tahun 1911 menjadi karya: Habis Gelap Terbitlah Terang, Kehidupan Perempuan di Desa, dan Surat-surat Putri Jawa. Ulang tahunnya sekarang dirayakan di Indonesia sebagai Hari Kartini untuk menghormatinya, serta beberapa sekolah dinamai menurut namanya dan sebuah yayasan didirikan atas namanya untuk membiayai pendidikan anak perempuan di Indonesia.

R.A. Kartini dan Nona Manado 
Oleh: Armstrong Sompotan 

R.A. Kartini lahir pada 21 April 1879 hampir berbarengan dengan dibangunnya Sekolah Khusus Perempuan Meisjesschool atau lebih dikenal dengan Sekolah Nona Manado di Tomohon, Sulawesi Utara, pada tahun 1881.
Artinya, saat R.A. Kartini baru berkeinginan sekolah, Nona-nona Manado telah lama bebas bersekolah. Hal ini disebabkan karena peran perempuan yang kuat di Manado/Minahasa sehingga pada masa itu Minahasa menganut sistem matriarkal. Hal ini karena leluhur orang Manado adalah seorang perempuan bernama "Lumimuut" serta pemimpin spiritual yang juga perempuan yaitu "Karema".

Sikap hidup orang Manado sejak dulu egaliter dan demokratis tidak membedakan pria dan wanita. Karena berposisi sederajat dengan pria, maka Nona Manado juga terbiasa melakukan pekerjaan berat sehingga berakibat pada kekokohan tubuhnya. Kesan atas kesegaran dan kekuatan mental tercermin pada raut mukanya. Banyak dari mereka mempunyai bentuk badan bagus. Berjalan dan melangkah ringan, warna kulit muka terang dengan mata terbuka, bebas bertanya serta rambut tebal merupakan ciri khas.

Nona Manado dilukiskan Nicholas Grafland dalam bukunya berjudul Nederlandsche Zendeling Genootschap sebagai perempuan lincah dan ramah. Orang Belanda menyebut style (sikap) perempuan Manado.
Nona Manado telah lama sarjana saat kaum perempuan lainnya di tanah air berkeinginan sekolah berjuang melepas kungkungan tradisi. Sejumlah Nona Manado tersebut adalah:

- Wilhelmina Warokka (Mien) seorang guru wanita pertama di Meisjesschool Tomohon.

- Ny. Maria Y. Walanda-Maramis seorang pemerhati status sosial kaum wanita Minahasa.

- Wulankajes Rachel Wilhelmina Ratulangi (kakak Dr. Sam Ratulangi dan istri Mayoor A.H.D. Supit) wanita Indonesia pertama yang merebut ijasah K.E. (Kleinambtenaar) tahun 1898.

- Wulan Ratulangi (kakak kedua Dr. Sam Ratulangi) wanita Indonesia pertama yang berhasil memperoleh ijasah Hulpacte tahun 1912.

- Nona Marie Doodoh orang Indonesia pertama yang lulus Europeesche Hoofdacte.

- Stientje Ticoalu-Adam pembicara dalam Kongres Pemuda Indonesia tahun 1926 dan 1928.

- Johana Masdani-Tumbuan pembaca teks Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda tahun 1928.

- Ny. S.K. Pandean singa betina dari Minahasa.

- Dr. Marie Thomas dokter wanita pertama Indonesia lulusan STOVIA tahun 1922.

- Dr. Anna Warouw dokter wanita kedua Indonesia lulusan STOVIA tahun 1924.

- Dr. Dee M.A. Weydemuller dokter wanita ketiga Indonesia lulusan NIAS Surabaya 1924.

- Prof. Dr. Annie Abbas-Manoppo sarjana hukum wanita pertama Indonesia lulusan HKS Batavia tahun 1934 juga guru besar wanita pertama Indonesia.

- Ny. A. M. Tine Waworoentoe (anak A.L. Waworuntu) walikota wanita pertama Indonesia tahun 1950.

- Antonetee Waroh anggota parelemen wanita pertama di Indonesia Timur.

- Dr. Agustina/Zus Ratulangi (anak Dr. Sam Ratulangi) anggota parlemen wanita & termuda di Indonesia.

Sumber:




0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky