Halaman

Kenangan Perjalanan dan Pelajaran Hidup yang Sangat Berharga

Momen berharga ketika saya menyanyikan lagu pop. Foto tidak jelas karena diambil dari jauh dengan kamera HP yang masih VGA. 

Saya adalah orang yang memiliki jiwa seni. Sejak kecil hingga dewasa saya mempunyai hobi menyanyi. Saya sering menyanyi di sekolah dan gereja, suka berkaraoke, dan saya menyukai lagu dari para penyanyi bersuara tinggi seperti Air Supply, Aerosmith, Steelheart, Dewa 19, Amy Search, dan Hengky Supit. Ada juga penyanyi lagu Manado seperti Gunawan, Loela Drakel, dan Rama Aiphama. Saya juga menyukai banyak lagu Manado dan Malaysia yang populer pada jaman dulu seperti Bukan Karna Terpaksa, Antara Manado Deng Jakarta, Suci Dalam Debu, Hilang Dalam Terang, Gerimis Mengundang, dan Cinta Itu Buta. 

Saya mulai belajar menyanyi sejak SD, karena saya sering mendengar dan mengikuti ibu saya latihan menyanyi lagu-lagu Rohani dan Nasional sebagai persiapan untuk menyanyi dalam ibadah/acara di kantor dan juga perlombaan. Kemudian hobi menyanyi saya ini terbawa hingga ke sekolah. Sejak duduk di bangku SD, saya sering diminta menyanyikan lagu Nasional dalam acara sekolah seperti acara Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Lagu favorit saya yang sering saya nyanyikan dulu adalah Jembatan Merah dengan versi keroncong sehingga akhirnya banyak teman-teman sekolah saya yang menamai atau menjuluki saya "Jembatan Merah". Ada juga lagu favorit saya yang lain, seperti Pantang Mundur, Bengawan Solo, dan Butet. Saya juga sering diminta menyanyi dalam acara atau ibadah. Saat itu merupakan saat-saat lucu dan membahagiakan bagi saya untuk dikenang, apalagi ketika saya menyanyi di sekolah menggunakan toa (pengeras suara). Saat itu saya tidak berpikir apakah saya sudah menyanyi dengan baik atau tidak, tetapi saya hanya menikmati saat saya menyanyi dan saya merasa senang bisa menghibur banyak orang. 

Foto kiri, ketika saya (berbaju merah) dan keluarga bernyanyi dalam Ibadah Perayaan Natal Bintal Kodam VIII Merdeka. Foto tengah, ketika saya menyanyikan lagu rohani. Foto kanan, ketika saya bermazmur di gereja. 

Saya mulai menyanyi di gereja ketika masuk SMP, dimulai dengan membaca dan menyanyikan doa umat di mimbar. Menyanyi di sekolah dan gereja terasa berbeda bagi saya. Saat menyanyi di sekolah saya bisa lebih rileks, tetapi ketika menyanyi di gereja saya menjadi lebih tegang karena suasananya lebih formal dan sakral. 
Namun, saat SMP ini pun menjadi saat ketika talenta menyanyi saya ditenggelamkan oleh talenta saya yang lain yang menjadi lebih menonjol, yaitu menggambar dan melukis. Talenta ini turun dari ayah saya yang dulunya mempunyai hobi menggambar dan melukis. Ayah saya pernah melukis foto ibu saya dan dipasang dalam sebuah bingkai untuk dijadikan hiasan dinding. Saya sering diberikan tugas menggambar di papan tulis oleh ibu guru saat mata pelajaran kesenian. Saya juga diutus untuk mengikuti lomba melukis mewakili sekolah. 
Cuma yang sangat saya sayangkan, gambar dan lukisan saya sejak SMP yang menggunakan pensil warna dan cat air hilang entah kemana sejak kami pindah rumah pada Desember 1998. Padahal semuanya itu saya simpan dengan rapi dalam lemari. Dulu saya sangat suka menggambar superhero yang kekar dan berotot seperti Superman, Batman, Spiderman, dan Hulk dalam buku gambar dengan menggunakan pensil warna. Saya juga suka melukis pemandangan alam dengan menggunakan cat air. Yang paling menyedihkan bagi saya adalah ikut hilangnya sebuah lukisan pemandangan andalan saya yang menggunakan cat air dalam karton berukuran besar yang merupakan karya terbaik saya saat SMP. Rencananya lukisan itu akan saya letakkan dalam sebuah bingkai dan dipasang di dinding. Lukisan itu berisi tentang sebuah kehidupan yang sederhana, sejuk, dan tenang. Lukisan tentang sebuah rumah tua khas Eropa dengan cerobong asapnya yang terletak di dekat danau yang jernih airnya dan pohon-pohon yang rimbun daunnya. Di pinggir danau terlihat sang penghuni rumah tua sedang duduk santai di atas sebuah sampan tua sambil memancing ikan. 
Melalui gambar dan lukisan, saya bisa mengekspresikan imajinasi dalam diri saya. Saya merasa puas dan senang ketika hasrat dan perasaan saya bisa juga turut dilihat dan dirasakan orang lain.

Saya tetap menggambar hingga saya duduk di bangku SMU. Saya menjadi ilustrator majalah kelas, dan majalah dinding sekolah. Saya juga diutus untuk mengikuti lomba menggambar. Namun, di saat SMU ini juga hobi menggambar dan melukis saya kembali ditenggelamkan oleh hobi menyanyi saya, dimulai dengan kembalinya saya menyanyi mazmur untuk pertama kali di gereja dalam misa sekolah. 
Saya akhirnya mengikuti lomba menyanyi untuk pertama kali ketika saya baru masuk Perguruan Tinggi. Saat itu saya diutus oleh Wilayah Rohani untuk mengikuti lomba mendaraskan mazmur yang diselenggarakan oleh Paroki pada tahun 1998. Perasaan saya saat bermazmur dalam lomba terasa hampir sama dengan bermazmur di atas mimbar gereja. Hanya saja, dalam lomba terasa sedikit lebih tegang karena beban yang dipikul untuk tampil dengan baik dan tidak melakukan kesalahan, sehingga bisa membawa pulang piala dan menyenangkan orang-orang yang sudah memberikan kepercayaan itu. Saya kemudian tertantang untuk mengukur kemampuan bernyanyi di luar gereja. Saya mencoba untuk mengikuti beberapa lomba yang diadakan di berbagai radio, pub, dll. Banyak lawan berat yang saya temui dengan teknik bernyanyi yang baik dan suara yang memiliki ciri khas. Bahkan ada yang sudah senior, penyanyi Manado yang punya jam terbang tinggi dan sudah pernah memproduksi album masih ikut dalam lomba. Meskipun terasa begitu menegangkan, tetapi saya menikmati semuanya sebagai bagian dari proses pembelajaran untuk mencari pengalaman.

Saat memasuki tahun 2003, hobi menyanyi saya kembali tenggelam dengan hobi saya yang lain yaitu olahraga bela diri. Saya kembali fokus dalam dunia seni bela diri yang sudah lama saya tinggalkan sejak SD, hingga akhirnya saya bisa menjadi pelatih dalam perguruan Persaudaraan Olahraga Bela Diri Sulut Indonesia (PORBISI) Garuda Putih.
Banyak juga tantangan yang datang ketika saya menjadi seorang pelatih, apalagi ketika saya diberikan kepercayaan sebagai Sekretaris Dewan Sabuk Hitam dan memimpin sebuah cabang perguruan. Saya harus cepat tanggap membuat berbagai laporan kegiatan dan keuangan, membuat notulen rapat, surat tugas pelatih dan proposal untuk membuka cabang baru. Saya bersama teman-teman pelatih harus meluangkan waktu bekerjasama mengelola cabang perguruan dan melatih para murid di tengah kesibukan pekerjaan setiap hari. Saya bersama Ketua Dewan sabuk hitam yang saat itu dijabat Alm. Hesky Pratasik, rekan-rekan pelatih, dan juga para murid sering membuat berbagai atraksi bela diri untuk mengisi acara dan mempromosikan perguruan agar lebih berkembang dan tidak mati suri di tengah pasang surutnya aktifitas perguruan. Bahkan pernah datang beberapa tantangan dari orang-orang yang tidak senang ketika kami datang mempromosikan dan membuka cabang baru perguruan baik di kota maupun di desa, tetapi semua itu bisa ditangani dengan baik.

Dalam melakukan atraksi bela diri pun ada suka dan dukanya. Sukanya, yaitu ketika kami bisa melaksanakan tugas kami dengan baik, kami bisa menyelesaikan atraksi, menghibur banyak orang, dan mengangkat nama perguruan sehingga ada orang yang tertarik untuk masuk perguruan. Sedangkan dukanya, yaitu ketika kami tidak bisa melaksanakan atraksi sesuai skenario karena terjadi kesalahan di lapangan. Kesalahan itu terjadi karena faktor dari dalam diri pemain, seperti grogi, lupa, kurang fokus, kelelahan, atau sakit; atau faktor di luar pemain (lingkungan), seperti kerumunan banyak orang yang membuat gerakan tidak leluasa, hari mulai gelap yang membuat pandangan terbatas, atau hujan yang menyebabkan lantai licin. Hal yang paling menyedihkan ketika kesalahan itu menyebabkan pemain cedera atau terluka. Namun, itulah resiko yang harus ditanggung sebagai bentuk kecintaan dan tanggung jawab kami pada perguruan.
Musuh terbesar yang harus ditundukkan ada di dalam diri sendiri, yaitu rasa takut untuk tampil dan melakukan kesalahan di depan umum (demam panggung) yang menjadi penghalang utama untuk memberikan performa terbaik.

Atraksi duel adalah yang paling sulit karena melibatkan dua orang atau lebih, sehingga memerlukan sebuah kerjasama dan komunikasi yang baik. Jika partner-nya selalu sama, maka chemistry-nya bisa terbentuk. Pemain bisa melihat atau merasakan ketika pasangannya tidak fokus atau belum siap untuk gerakan berikutnya. Pemain bisa mengerti kode atau gerakan tubuh dari pasangannya ketika terjadi kesalahan atau perubahan gerakan. Atraksi tidak dilakukan secara membabi buta untuk menunjukkan siapa yang terhebat. Atraksi bukan untuk saling mencelakai, tetapi justru untuk saling melindungi. Ketika salah satu pemain melakukan kesalahan gerakan maka gerakan harus segera dimodifikasi, sehingga pertunjukkan tetap berlanjut sampai selesai dan penonton merasa terhibur tanpa mengetahui kesalahan yang terjadi. Kunci untuk memberikan performa terbaik atau meminimalisir terjadinya kesalahan dalam atraksi ada pada latihan, latihan, dan latihan. Namun, yang selalu menjadi kendala banyak orang untuk latihan adalah kesibukan dalam pekerjaan, kuliah, dan aktivitas yang lain; kecuali jika olahraga bela diri ini dijadikan sebagai profesi atau mata pencaharian yang utama.

Berikut ini adalah cuplikan atraksi bela diri saya bersama Alm. Hesky Pratasik mantan Ketua Dewan Sabuk Hitam Garuda Putih, saat kami mengisi acara dan mempromosikan perguruan:


Selama beberapa tahun dua hobi saya, yaitu menyanyi dan olahraga bela diri berjalan berbarengan. Saya akhirnya memutuskan mundur dari dunia tarik suara setelah gagal dalam audisi Indonesian Idol pada tahun 2006. Mundur dalam arti saya menarik diri dari kegiatan-kegiatan menyanyi khususnya lomba yang diselenggarakan di luar gereja. Saya memang tidak sepenuhnya berhenti menyanyi, karena saya masih menyanyi meskipun tidak sesering dulu saya menyanyi dalam berbagai acara dan perlombaan. Saya masih menyanyi dalam acara keluarga seperti pernikahan dan hari ulang tahun, dan saya fokus menyanyi di gereja dan berbagai acara yang diselenggarakan gereja. Saya memfokuskan diri pada pembentukan suara tenor yang sangat cocok dipakai dalam menyanyikan mazmur, kisah sengsara, lagu koor, lagu klasik, dsb. 
Saya akui, banyak ilmu yang saya dapatkan ketika koor yang saya ikuti dilatih oleh maestro musik Bapak Perry Rumengan dan Alm. Ibu Parikesit. Saya pernah ditempatkan dalam kelompok suara bass dalam koor, karena pada saat tes suara, warna suara saya mungkin terdengar seperti suara bass meskipun saya bisa mencapai not-not tinggi (menurut beberapa orang anggota koor). Sebenarnya saat itu saya kecewa dan menderita saat latihan, karena saya tidak bisa mengeluarkan power dan meng-explore suara saya pada nada tinggi. Saat itu saya tidak mampu mencapai nada yang sangat rendah, hanya terdengar seperti hembusan nafas saja dan kepala saya terasa sakit jika dipaksakan. Saya kemudian berpikir bahwa pita suara saya bisa rusak jika terus memaksakan suara pada nada rendah dan sempat berniat untuk keluar dari koor. Namun, saya akhirnya mengurungkan niat saya itu dan mencoba berpikir positif, mungkin saya memang diperlukan dalam suara bass untuk menuntun mereka yang belum lancar membaca not angka. Kemudian saya berusaha menyerap ilmu-ilmu yang diberikan saat latihan dan mencoba mempraktekkan semua teori yang saya dapatkan dengan berlatih di rumah. Koor kami akhirnya bisa berprestasi dengan beberapa kali merebut juara pertama. 
Saya bersyukur kepada Tuhan karena pada akhirnya saya bisa membentuk suara tenor saya menjadi semakin lebih baik, dan saya bisa menyanyikan beberapa lagu andalan saya, seperti You Rise Me Up, Panis Angelicus, Ave Maria (Schubert), dan Ave Maria (Charles Gounod). Meskipun demikian, saya tetap terus belajar dan berusaha untuk menyanyi lebih baik lagi, sebab saya sadar masih ada kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki.

Berikut ini cuplikan video saat saya menyanyikan mazmur dan lagu rohani:



Pada tahun 2010, saya mencoba menyalurkan hobi menggambar dan melukis dengan cara yang baru, yaitu mengedit gambar dalam foto lewat photoshop dan juga mengedit video lewat sebuah aplikasi yang sudah saya lupakan namanya. Saya mulai belajar mengedit foto saya sendiri yang masih menggunakan kamera HP VGA yang resolusinya masih rendah, sehingga foto yang dihasilkan belum terlalu jelas. Yang menjadi kesulitan bagi saya saat itu, yaitu ketika saya berusaha menyatukan foto saya yang beresolusi rendah dengan foto lain yang beresolusi tinggi sehingga gambar terlihat lebih menyatu. 
Pada tahun yang sama saya juga mencoba berlatih kungfu Wing Chun. Namun, ketiga hobi ini baik mengedit foto di photoshop, mengedit video, maupun berlatih Wing Chun saya jalani cuma sebentar saja, sebab pada tahun 2011 saya harus lebih fokus membagi waktu antara pekerjaan dan mengurus cabang perguruan Garuda Putih yang baru dibuka.
Tahun 2012 saya tidak aktif lagi dalam perguruan, tetapi tetap membantu perguruan dari belakang layar. Saat itu saya lebih fokus pada pekerjaan.
Tahun 2013 saya dipanggil untuk masuk dalam perguruan pencak silat Satria Muda Indonesia dan ikut Pelatihan Pelatih, Wasit-Juri Pencak Silat. Namun, setelah itu saya tidak aktif lagi.
Tahun 2015 saya kembali menggambar sketsa, tetapi hobi saya ini kembali tenggelam pada tahun yang sama ketika saya mulai merasakan sakit di akhir tahun 2015. Padahal saat itu saya baru saja membeli pensil warna Faber Castell untuk membuat gambar berwarna. Selanjutnya, saya juga tidak lagi aktif menjalani hobi bersama beberapa komunitas yang saya ikuti, seperti CBR Club Sulut dan Superman Fans of Indonesia. 
Baik itu mengedit foto di photoshop maupun menggambar sketsa, keduanya merupakan cara saya untuk mengekspresikan diri dan berkreasi. Kenikmatan dan kepuasan yang diperoleh berbeda dengan menyanyi, olahraga beladiri, ataupun hobi saya yang lain.

Berikut ini beberapa contoh photoshop dan sketsa yang saya buat dulu:

The beach view.

Lincoln Memorial.

Superman and Louis.

Jesus bless Superman.

Superman.

Superman Fan.

Wonder Woman.

Bruce Lee.

Pada akhir November 2015 saya drop dan sakit ketika melakukan diet dan rutin berolahraga (jogging dan latihan beladiri). Semua itu saya lakukan dalam rangka persiapan untuk berangkat dan bekerja di Jakarta pada Januari 2016. Setelah itu saya mengalami masa-masa yang sulit. Tubuh saya tidak bisa kembali fit seperti dulu. Saya merasa ada sesuatu yang salah dalam tubuh, tetapi belum diketahui penyebabnya meskipun sudah beberapa kali berobat di Puskesmas. Bahkan demi kesembuhan, saya rela dibawa ke beberapa tempat pengobatan alternatif. Ada yang kemudian mengatakan bahwa saya telah diguna-guna seseorang, tetapi saya tidak memercayai itu karena saya percaya Tuhan melindungi saya, Tuhan adalah benteng hidup saya. Singkat kata, pihak Puskesmas akhirnya merujuk saya ke Rumah Sakit dan di situlah pada akhirnya penyakit berat saya yang misterius ditemukan dan diobati selama beberapa bulan di sepanjang tahun 2018. Di dalam masa-masa sulit itu saya banyak merenung, menyadari, dan menyesali segala dosa dan kesalahan yang saya lakukan di masa lalu. Saya kemudian melakukan pertobatan dan berusaha merubah gaya hidup yang sehat dan semakin berkenan di hadapan Tuhan, meskipun merubah sebuah kebiasaan buruk tidak semudah membalikkan telapak tangan. 
Saya masih aktif menyanyi di gereja hingga tahun 2017, kemudian saya beristirahat total karena sakit berat dan melakukan serangkaian pengobatan mulai pertengahan hingga akhir tahun 2018. Setelah itu saya menjalani pemulihan dan akhirnya kembali menyanyi di gereja pada Desember 2019 setelah sembuh dari sakit dan semakin kuat. Sangat besar harapan saya untuk bisa terus menyanyi demi kemuliaan Tuhan hingga akhir hayat.

Beberapa foto dan video yang ada ini adalah bukti kenangan berharga saya yang tersisa. Tidak banyak memang yang terdokumentasi saat saya melakukan hobi saya khususnya menyanyi, apalagi ketika saya mengikuti lomba ataupun audisi di awal milenium baru (tahun 2000 ke atas). Saat itu semua saya lakukan sendiri, HP pun belum ada kameranya. Foto penyerahan hadiah yang ada ini pun saya dapatkan karena kemurahan hati seorang kameramen yang tiba-tiba menelepon saya, mengajak ketemuan, dan kemudian memberikannya secara gratis.

Kenangan Piagam Penghargaan RRI, Kartu Registrasi Indonesian Idol, dan foto penyerahan hadiah lomba karaoke yang diselenggarakan Radio RAL dan Smart FM.

Ini hanyalah cerita singkat mengenai hobi dan talenta yang menghiasi perjalanan hidup saya, sebagai contoh ketidakmampuan saya dalam menetapkan prioritas (yang harus diutamakan), dan ketidakkonsistenan saya dalam menjaga dan mengembangkan talenta yang saya miliki. 
Perjalanan hidup ini telah menyadarkan saya betapa pentingnya hidup dengan selalu bersyukur dan menghargai segala karunia yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Kesehatan, pendidikan, pekerjaan, cinta, dan talenta adalah karunia Tuhan yang harus dijaga, dikembangkan, dan dipergunakan dengan baik dan bijak demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Tuhan pasti kecewa jika karunia yang sudah diberikan-Nya secara cuma-cuma kepada kita hanya dibiarkan begitu saja, atau disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak baik. Ibarat kita diberikan hadiah berharga yang terbungkus dalam sebuah kado oleh seseorang yang mengasihi kita, tetapi kita hanya sekali menggunakan hadiah itu dan kemudian dibiarkan setelah kita bosan, atau bahkan kita tidak pernah sekalipun menggunakan hadiah itu, atau hadiah itu kita gunakan untuk sesuatu yang tidak baik. Bagaimana perasaan orang yang telah memberikan hadiah itu ketika mengetahui hal tersebut? Tentu saja kecewa. Pemberi hadiah mungkin akan merasa kalau dia tidak dihargai dan akan berpikir kalau kita tidak tertarik dengan hadiah yang diberikannya, atau dia akan merasa sedih karena hadiahnya digunakan untuk hal yang tidak baik.

Dalam Matius 25:15-30, Yesus memberikan perumpamaan tentang talenta. Yesus dengan jelas memberikan gambaran tentang akibat yang akan diterima oleh seseorang yang menghargai talentanya dan yang tidak menghargainya. 
Hamba yang bisa menjaga dan mengembangkan talenta dengan baik dipuji oleh tuannya dengan berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar."
Sedangkan hamba yang tidak menggunakan talentanya dengan baik, segalanya diambil dari padanya oleh tuannya. Tuan hamba itu berkata, "Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."
Ayat ini memberikan pesan dan peringatan kepada kita supaya mempergunakan dan mengembangkan talenta yang sudah dianugerahkan kepada kita dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan kita setiap hari, jika kita tidak ingin segala talenta yang kita miliki diambil dari diri kita. Kita harus bertanggung jawab dalam segala hal, mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar, seperti hobi, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan kita kepada Tuhan dan sesama. Jika kita bisa bertanggung jawab untuk perkara-perkara kecil, maka kita akan diberikan tanggung jawab untuk perkara-perkara yang lebih besar. Tuhan akan melipatgandakan berkat-Nya bagi kita.

Saya pernah salah jalan dengan hidup berfoya-foya dan berhura-hura. Saya tidak mampu menjaga karunia Tuhan dengan baik, saya tidak fokus dan konsisten mengembangkannya. Bahkan saya pernah menyalahgunakan karunia itu hanya demi kesenangan dan kepentingan diri sendiri, bukan demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan orang lain khususnya keluarga. Saya kurang bertanggung jawab dan tidak bisa menentukan prioritas untuk dikembangkan, sehingga antara hobi, pendidikan, pekerjaan, dan aktivitas yang lain sering tumpang tindih hingga akhirnya ada yang terbengkalai. Kerusakan terparah yang terjadi, yaitu ketika saya akhirnya menderita penyakit berat akibat akumulasi kelalaian saya dalam menjaga kesehatan selama ini yang telah sampai pada puncaknya. Dulu saya merasa sehat dan kuat sehingga sering mengabaikan kesehatan.
Pada saat saya menderita penyakit berat, segalanya hampir diambil dari diri saya termasuk talenta. Saya tidak bisa lagi melakukan apa yang menjadi hobi saya, tidak bisa bekerja, uang habis untuk pengobatan, dan saya ditinggalkan orang-orang yang dulu dekat dengan saya. Hanya tersisa keluarga saya khususnya kedua orang tua saya dan juga beberapa orang yang terlihat sungguh-sungguh peduli dengan saya. Saya tidak bisa lagi melakukan apapun di saat kondisi tubuh saya sudah sangat kurus dan lemah. Berbicara beberapa kata saja sudah terasa seperti sedang lari maraton. Semua hasrat duniawi lenyap seketika, hanya tersisa keikhlasan akan semua yang terjadi, keinginan untuk sembuh dan bertobat, serta tekad/niat melayani Tuhan jika sembuh nanti. Peristiwa ini menyadarkan saya bahwa Tuhan benar-benar mengasihi kita manusia, hanya Tuhan satu-satunya sumber pertolongan, perlindungan, dan harapan kita. Bahkan orang-orang yang mengasihi kita tidak bisa membantu kita di masa-masa sulit dan kritis meskipun mereka sangat ingin membantu. Di saat Tuhan sudah berkehendak, tidak ada sesuatu pun di jagad raya ini yang mampu menghalangi. Manusia bisa meninggalkan kita ketika kita terpuruk, tetapi tidak dengan Tuhan.

Setelah merasakan belas kasih dan mukjizat dari Tuhan dengan sembuhnya saya dari penyakit berat, saya berusaha untuk menjaga, mengembangkan, dan menggunakan semua yang saya miliki khususnya talenta dengan sebaik-baiknya demi kemuliaan Tuhan. Saya terus berjuang menekan nafsu duniawi yang kembali muncul di saat tubuh sudah kembali terasa sehat dan kuat dengan selalu berdoa dan bermati raga.
Penyakit berat yang pernah saya derita merupakan sebuah pelajaran dan teguran keras bagi saya untuk segera bertobat dan merubah gaya hidup yang semakin berkenan di hadapan Tuhan. Semua yang kita miliki adalah pemberian Tuhan, sehingga sudah sepatutnya semuanya disyukuri, dikembangkan, dan digunakan demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama.
Hidup ini hanya sementara, sebab itu gunakanlah sebaik-baiknya hidup ini untuk melayani Tuhan selama masih diberikan kesempatan, selama masih diberikan kekuatan. Gunakanlah dengan bijak waktu yang kita miliki untuk memuliakan Tuhan, sebab kita tidak tahu sampai kapan batas waktu kita. Semoga kita bisa mempersembahkan segala yang terbaik dari diri kita untuk kemuliaan Tuhan.

Oh iya... hampir lupa...
Saya juga punya hobi menulis meskipun cuma sedikit saja seperti pendeknya paragraf terakhir ini. Saat SMP saya mulai mencoba untuk menulis dongeng, dan ketika SMU saya mencoba menulis cerpen. Saat kuliah hingga mulai bekerja saya lebih suka membuat puisi, dan sekarang ini saya memilih untuk menulis demi kemuliaan Tuhan. Menulis juga merupakan salah satu cara saya dalam mengekspresikan diri dan berkreasi. 
Semoga apa yang saya tulis ini bisa dijadikan pelajaran bagi kita semua khususnya bagi kaum muda, agar kesalahan-kesalahan yang saya lakukan di masa lalu tidak terulang dengan cara yang sama ataupun berbeda. Penyesalan memang selalu datang di belakang, sebab yang datang di depan adalah pendaftaran hehehe... just kidding. Sekian dan terima kasih.

"Pengalaman adalah guru paling berharga." (Pepatah kuno)

Baca juga:

"SelamArt berkreasi, semangArt berkarya!" #ILoveArt #Memory #LifeLesson #Kesaksian

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky