Halaman

Rin, Cintakah Kau Padaku?

Hubungan antara Marina dan Rizal sudah berjalan lebih dari 3 tahun. Tetapi Marina belum pernah merasakan belaian kasih sayang, kemanjaan dan rayuan manis dari Rizal. Selama ini ia hanya mendengarkan ceramah-ceramah ilmiah dari Rizal. Dalam kehampaan hatinya, tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang bagaikan setetes air menyejukkan hatinya yang gersang. Wajahnya tampan, penampilannya ok, apalagi dia anak orang kaya. Rayuannya dapat mencairkan hati yang telah membeku selama bertahun-tahun. Kris..., apakah dia tipe lelaki yang diinginkan Marina? 

Kris adalah seorang mahasiswa baru. Sebulan yang lalu ia pindah ke kampus dimana Marina berada. Kris termasuk mahasiswa yang pintar tetapi sayangnya ia sedikit urakan. Pergaulannya terlalu bebas dan sangat dekat dengan wanita-wanita. Semula Marina tidak menaruh perhatian apalagi jatuh cinta kepada Kris yang selalu mengobral cinta di mana-mana. Sebaliknya dengan Kris, ia diam-diam menaruh hati kepada Marina dan dengan berbagai cara ia mencoba menarik perhatian Marina.

Dalam sebuah pesta ulang tahun temannya sekampus, Kris memberanikan diri berkenalan secara langsung dengan Marina. Saat itu Marina sedang tidak bersama pacarnya Rizal, si kutu buku. Setelah pesta usai, Kris mengajak Marina untuk jalan-jalan tapi Marina menolaknya. Akhirnya ia menawarkan diri untuk mengantar Marina pulang meskipun dengan sedikit perasaan kecewa. 

Pada hari-hari berikutnya Kris tetap berusaha mendekati dan menarik perhatian Marina yang seakan-akan terus menghindar darinya. Beberapa kali Marina dapat ditemui Kris. Ia sering mengajak Marina pergi. Tawaran-tawaran Kris  sulit ditolak oleh Marina sebab ia tidak ingin menyakiti perasaan seseorang yang menawarkan sesuatu kepadanya. Kris sering membawa Marina ke tempat-tempat istimewa, dimana hanya diterangi oleh remangnya lampu berwarna warni diselingi alunan musik dengan pemandangan kota terhampar di depan mata. Di tempat seperti itulah Marina dapat menikmati ketenangan hati dan pikiran. 
Berbeda dengan Rizal yang sering membawa Marina ke tempat-tempat pertemuan ilmiah dan berbagai tempat penelitian yang berbau kimia yang hanya membuat perut terasa mual. Meskipun demikian Marina tidak dapat menerima Kris karena ia tidak tega memutuskan hubungannya dengan Rizal yang telah dijalin bersama lebih dari 3 tahun. Ia sudah terlanjur mencintai Rizal. Marina juga sering memikirkan sifat-sifat Kris yang urakan dan sok jagoan. 

Sudah hampir enam bulan Kris mengadakan pendekatan pada Marina tetapi Rizal belum menaruh kecurigaan apapun pada Kris. Suatu senja Kris mendatangi rumah Marina dan mengajaknya makan di suatu tempat. Marina menerima tawarannya dan dalam sekejap mereka menghilang bersama sebuah mobil sedan merah. Marina terkejut dan mulai dicekam kebimbangan ketika ia melihat Kris mengarahkan mobil ke luar kota yang telah jauh dari rumahnya. Ia mulai memikirkan hal-hal buruk yang mungkin menimpa dirinya. 
Di pinggiran kota tepatnya di bawah sebuah pohon besar yang rimbun mobil itu berhenti. Kris mengajak Marina keluar bersamanya. Marina mulai mengkhawatirkan dirinya sendiri dan perasaan ragu-ragu timbul akan diri Kris. Dipandangan matanya saat itu Kris bagaikan seekor binatang buas yang hendak memangsa dirinya. Marina mencoba menenangkan dirinya sendiri dan mulai pasrah pada keadaan. Kris menarik tangan Marina keluar tapi ia mencoba berontak. Tiba-tiba sebuah kecupan mendarat di bibir Marina. Marina diam seribu bahasa. Baru pertama kali seumur hidupnya, bibirnya dicium oleh seorang lelaki. Dengan spontan tangan Marina menampar wajah Kris. Kris membalasnya dengan senyuman. ”Rin, sejak pertama kali memandangmu hatiku seakan telah menyatu dengan dirimu. Aku jatuh cinta ketika pertama kali memandangmu. Engkau sangat cantik, rupamu bagaikan dewi. Kau baik, hatimu indah dan murni seperti permata. Sungguh, penderitaan sekecil apapun tak sepantasnya kau miliki. Hasratku yang terdalam ingin membuatmu bahagia. Rin, engkaulah pelita dan dambaan hati yang ku cari selama ini. Akan kuserahkan seluruh jiwa dan ragaku hanya untukmu. Semoga kau mau menerima cintaku dan mengakhiri seluruh pencaharianku yang melelahkan ini.”
Marina diam seribu bahasa. Ia seakan dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Apakah Rizal yang telah lebih dari 3 tahun menjadi kekasihnya tetapi selama ini belum pernah memberikan kehangatan padanya ataukah Kris seorang lelaki yang belum lama dikenalnya tetapi sudah berani mengungkapkan perasaan hatinya dan telah mencoba membahagiakan dirinya. Kris menunggu jawaban tetapi Marina tetap diam membisu. ”Baiklah jika kau belum bisa menjawabnya. Aku kan sabar menunggu jawabanmu sampai kapanpun. Rin, yang kuucapkan tadi adalah perwakilan dari seluruh isi hatiku yang kupersembahkan hanya untukmu. Aku harap kau menyukainya.” Kemudian Kris menarik tangan Marina kembali ke mobil dan mereka pergi dari tempat itu. 

Sudah hampir sebulan Marina tidak pernah melihat Kris di kampus. Perasaan rindu mulai membayang dalam dirinya. Marina terus terbayang akan ciuman pertama dari Kris. Kata-katanya terus menggema dalam telinga Marina. Marina mencoba untuk menutupi kenyataan bahwa saat ini ia sedang jatuh cinta. Hatinya yang luntur seakan berwarna kembali. Ia mulai menyibukkan dirinya dengan berbagai kegiatan. Namun selalu saja ia mengkhawatirkan Kris. Mungkinkah dia sakit? 
Mungkinkah ia tertimpa musibah? Mungkinkah ia memalingkan dirinya pada wanita lain? Berbagai pertanyaan tentang Kris muncul mengelilingi benaknya. Akhirnya Marina tak dapat lagi menahan perasaan hatinya untuk bertemu Kris, sehingga ia memutuskan segera pergi ke rumah Kris. 

Sesampai di depan rumah Kris, Marina disambut oleh seorang pembantu rumah tangga. ”Ada keperluan apa ya?” tanya si pembantu. ”Saya Marina. Teman kuliahnya Kris. Bisa ketemu dengan Kris, bi?” Marina mulai tak sabar menunggu jawaban. ”Oh, den Kris sudah hampir sebulan pergi ke Inggris. Kelihatannya ia pergi dengan terburu-buru. Katanya ia akan menengok bapak yang lagi sakit sekaligus mengambil alih sementara pimpinan perusahaan sampai bapak sembuh. Tapi saya tidak tahu kapan kembalinya, jeng,”  kata si pembantu dengan mimik muka yang serius. ”Oh kalo begitu, tolong sampaikan saja salam dari saya. Trima kasih, bi. Permisi.” Marina pergi dengan lemas tetapi apa boleh buat Kris telah pergi.

Setahun telah lewat, kesibukan membaur bersama dengan kemeriahan kota. Hari itu mentari sangat terik ketika seorang lelaki yang sedikit berjambang dan berkacamata hitam memasuki pekarangan rumah Marina. Bel berbunyi dan Marina sendiri yang membukakan pintu. ”Halo Marina, masih ingatkah kau padaku?” Lelaki itu berkata sambil membuka kacamatanya. ”Kris!” Marina sangat terkejut akan kehadiran Kris yang tiba-tiba itu. ”Silahkan masuk, Kris,” kata Marina dengan penuh semangat sambil membuka pintu lebar-lebar. ”Rin, maafkan aku karena tak bisa berlama-lama. Ada sesuatu yang sangat mendesak yang harus aku bereskan hari ini juga. Maukah kau pergi bersamaku nanti malam?” tanya Kris dengan penuh harap. Marina terhenti sejenak. Ia tak menyangka akan langsung diberikan pertanyaan seperti itu. ”Baiklah, pukul tujuh tepat kau sudah harus berada disini,” jawab Marina dengan mata berbinar. ”Terimakasih Rin. Saya akan datang tepat pada waktunya. Saya pergi dulu dan sampaikan salam dan hormatku kepada kedua orang tuamu.” Kris berpamitan sambil menaiki mobilnya dan seketika itu juga menghilang dari pandangan mata.

Pada malam itu juga Kris menepati janji. Ia datang tepat waktu dan mengajak Marina pergi ke sebuah restoran mewah yang terletak di pinggir pantai. Udara terasa begitu dingin dan menusuk sampai ke sum-sum tulang. Saat itulah Kris menatap mata Marina dalam-dalam seakan menunggu kepastian. ”Rin, sebenarnya kedatanganku kembali kesini bukan hanya sekedar alasan bisnis melainkan terutama aku ingin bertemu denganmu setelah sekian lama. Aku menunggu sebuah jawaban darimu yang belum kau berikan padaku sampai saat ini.” Kris menarik nafas panjang dan kembali bertanya, ”Rin, maukah kau menerima cintaku?” 
Marina terpaku bisu. Ia seakan dipaksa mengingat kejadian masa lalunya bersama Kris. Untuk beberapa saat ia diam seribu bahasa. Marina berada dalam kebimbangan besar, sebab sekarang ia telah bertunangan dengan Rizal tetapi ia tidak dapat menyangkal perasaanya kepada Kris. Cintanya yang telah setahun lebih terpendam kini seakan berseri kembali. Marina tak sanggup lagi menyembunyikan kenyataan hidupnya sehingga ia nekat membuka kedok hidupnya selama ini. ”Kris, aku sebenarnya sangat menyukaimu. Tetapi selama ini aku telah tidak jujur kepadamu. Sebenarnya sebelum aku bertemu denganmu, aku telah mempunyai pacar, namanya Rizal dan sekarang ini kami telah resmi bertunangan. Dan yang lebih parah lagi, bulan depan kami akan menikah. Maafkan aku, Kris.” Marina menunduk tak berani memandang ekspresi wajah Kris saat itu. Ia sangat sedih karena harus menyembunyikan perasaannya terhadap Kris. Ia merasa sangat bersalah dan turut merasakan kekecewaan yang sangat mendalam di hati Kris. Tanpa disadari, air matanya mengalir di pipinya yang indah. 
Kris mengusap pipi Marina yang basah itu dengan jemarinya dan berkata, ”Sudahlah Rin. Janganlah kau menangis karena itu hanya menambah kesedihanku. Sebaiknya kau tersenyum karena mungkin ini memang sudah takdirku. Aku tak ingin mengacaukan hidupmu dengan keegoisanku ini. Sekarangpun aku cukup puas karena jawaban yang ku nantikan selama ini telah kudapatkan.” Kris berusaha menghibur Marina meskipun nampak tak ada hasilnya. ”Rin lanjutkanlah makan malammu dan setelah itu kita pulang. Aku berharap kau melupakan kejadian tadi.” Mereka kemudian melanjutkan makan malam mereka. Makanan dan minuman tiba-tiba terasa hambar, sehambar keadaan waktu itu. Kabut tebal seakan datang dengan cepat menyelimuti Hati kedua insan itu. Akhirnya mereka kembali ke rumah masing-masing dengan tak banyak kata yang terucap. 
Keesokan harinya, Kris kembali ke Inggris sebab semua urusannya sudah selesai. Marina kuliah seperti biasa meskipun hati dan pikirannya masih tertuju pada Kris.

Pada malam hari, seperti biasanya Marina membasuh badannya untuk menghilangkan kepenatan sepanjang hari. Ketika itu hujan turun dengan sangat deras. Kilat menyambar-nyambar dan bergelagar. Saat itu telepon berdering. Marina berlari dan mengangkat gagang telepon. ”Halo, selamat malam.” Marina memulai dengan ramah. ”Selamat malam, Kami dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Apakah di sini ada yang bernama Marina?” tanya  sang penelepon. ”Ya, dengan saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?” Marina bertanya dengan penuh rasa was-was. ”Maaf, anda diminta untuk segera datang. Seseorang bernama Kris membutuhkan bantuan anda. Ia mengalami kecelakaan pesawat terbang dan saat ini sedang berada dalam ruang gawat darurat.” Marina tersentak mendengar kabar yang tak diharapkan itu. Dengan segera ia berlari tanpa melepaskan gagang telepon di tempatnya. Rambutnya yang hitam itu kusut diterpa angin, sekusut hatinya saat itu. Sesampainya di Rumah Sakit, Marina berlari menuju ruang gawat darurat, tanpa menghiraukan orang-orang yang memandangnya. Tubuhnya basah bermandikan air hujan hingga air mata yang membasahi pipinya tidak kentara lagi. Ketika terlihat ruang gawat darurat larinya semakin cepat. Marina segera masuk dan memeluk tubuh Kris yang terbaring tak berdaya. 
Kecelakaan pesawat itu menyebabkan keadaan Kris sangat parah. Tubuhnya mengeluarkan banyak darah, hingga pakaiannya yang putih berubah menjadi merah. Kris sungguh berada dalam batas dua dunia yang berbeda. ”Rin..., su...sudahlah. Jangan...lah kau ber...sedih. A...aku hanya  i...ingin melihat wajahmu... untuk y...yang terakhir ka...li.” Kris berusaha untuk menghibur Marina meskipun dengan suara yang tersendat-sendat. Marina tak sanggup lagi berkata, hanya tangisan yang mewakili. ”Rin, ci...cintakah kau pa...daku?” Kris berusaha memperoleh sebuah jawaban dari Marina yang selama ini belum pernah ia tanyakan. ”Ya, ya Kris..., aku... aku sangat mencintaimu.” Marina menjawab dengan pasti disela isak tangisnya. Jawaban Marina membuat wajah Kris berseri seketika. Air matapun mengalir dari pipi Kris, sebuah airmata kebahagiaan. ”Te...terima kasih... Rin, aku... cinta kamu... sangat....” Kris mengakhiri kata-katanya seiring dengan hembusan nafasnya yang terakhir. Kris pergi untuk selamanya. 

Kala itu kilat menyambar, guntur menggelegar. Awan hitam menguasai angkasa menutupi keindahan rembulan. Hujan pun turun semakin deras. Alam seakan ikut meratapi kepergian Kris.
Marina sungguh terpukul dengan kejadian itu. Dalam hati ia berkata, ’Kris mengapa pertanyaan terakhir baru kau berikan padaku? Aku sungguh mencintaimu. Selamanya kau akan kukenang. Cinta dan kesetiaanmu padaku akan kuabadikan dalam hatiku sampai akhir hidupku.’

~AnQ~

(Cerpen kenangan yang saya buat saat SMU)

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky