Berurutan dari kiri ke kanan: Menhan Prabowo Subianto, Presiden Jokowi, dan mantan Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka. |
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebabkan Gibran bisa menjadi cawapres yang akan berpasangan dengan Prabowo sebagai capres masih menjadi pro dan kontra dalam masyarakat. Saya sendiri adalah orang yang pro terhadap pencalonan Gibran sebagai cawapres dan setuju dengan putusan MK karena saya punya alasan yang logis dan masuk akal.
Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua MKMK dalam amar putusan menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
Menurut MKMK putusan MK ini terbukti melanggar kode etik, tetapi hanya sebatas itu saja. Selebihnya putusan MK itu sah dan berlaku untuk semua orang. Putusan MK itu final dan mengikat (final and binding), wajib dilaksanakan.
Namun, tidak hanya Putusan MK, Putusan MKMK ini pun masih menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat bahkan di antara pakar hukum itu sendiri.
Putusan MK ini sebenarnya baik karena membuka kesempatan bagi anak muda untuk maju sebagai capres atau cawapres. Banyak pihak yang menolak putusan MK ini sebenarnya bisa menerima putusan ini asal diberlakukan pada Pemilu 2029. Jika diberlakukan pada Pemilu 2024 maka yang merasa dirugikan adalah partai-partai, para elit politik dan pejabat negara yang menjadi lawan Prabowo-Gibran, sebab mereka yang paling punya kepentingan di sini.
Negara maju seperti Amerika sering menjadi rujukan dalam penerapan sistem pemerintahan demokratis yang secara tegas mengatur syarat calon presiden dalam konstitusi Amerika Serikat sekurang-kurangnya berusia 35 tahun.
Jika melihat perbandingannya dengan negara lain, ada beberapa presiden atau wakil presiden yang berusia di bawah 40 tahun ketika pertama kali dilantik atau menjabat. Contohnya, ada Presiden Perancis Emannuel Macron yang terpilih dan diangkat menjadi presiden pada usia 39 tahun. Ada juga Presiden Chile Gabriel Boric yang diangkat di usia 35 tahun, dan Presiden Kosovo Vjosa Osmani yang diangkat di usia 38 tahun.
Dulu sebenarnya aturan batas usia capres-cawapres minimal 35 tahun sudah pernah ditetapkan dan dijalankan. Namun, Peraturan Pemilu itu selalu berubah di setiap Pemilu, dan itu terjadi sejak Pemilu 1999. Perubahan aturan itu terjadi karena dinamika politik yang berkembang di setiap Pemilu.
Putusan MK ini sebenarnya tidak akan dipermasalahkan jika berlaku pada Pemilu 2029. Namun, Pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo dianggap berbahaya bagi lawan-lawannya karena pendukung atau relawan Jokowi (Projo) yang setia dan mayoritas generasi milenial atau generasi z diprediksi akan memberikan suaranya bagi Gibran, sehingga banyak elit partai khususnya PDIP yang tidak setuju dengan putusan MK ini.
Jika berbicara soal dinasti politik sesuai persepsi atau parameter yang mereka pakaikan kepada Jokowi dan Gibran, banyak penguasa atau pejabat di daerah maupun partai yang juga menerapkannya, mantan presiden-presiden terdahulu pun menerapkannya. Akan tetapi, saya tidak akan membahas tentang dinasti politik di sini, nanti bisa panjang tulisannya.
Padahal ketika isu perpanjangan 3 periode itu mulai digulirkan pada tahun 2019 sudah langsung ditolak oleh Jokowi pada tahun itu juga.
Penolakan Jokowi ini kemudian diperkuat dengan pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang menyatakan bahwa Jokowi tidak pernah meminta perpanjangan 3 periode. Pernyataan Puan ini membantah pernyataan Adian Napitupulu yang menyatakan bahwa Jokowi meminta perpanjangan 3 periode.
Gibran menjadi cawapres Prabowo pun bukan atas permintaan Jokowi atau Gibran, tetapi atas permintaan sejumlah kelompok relawan dan pengurus cabang partai politik. Mereka menyuarakan Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo.
Dukungan itu datang dari DPC Partai Gerindra Tangerang Selatan yang mengusulkan Gibran jadi cawapres Prabowo. Usulan serupa juga disuarakan oleh kelompok relawan Jokowi (Projo) di Jawa Timur dan kelompok relawan Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi).
Lawan politik Jokowi dan Prabowo kemudian terus menjadikan putusan MK ini sebagai salah satu senjata pamungkas untuk menjatuhkan Jokowi dan Prabowo.
Namun, ternyata isu-isu negatif itu tidak membuat Prabowo-Gibran jatuh. Malah sebaliknya elektabilitas Prabowo-Gibran justru naik berdasarkan hasil survei beberapa lembaga survei, seperti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Indikator Politik Indonesia (IPI), Indo Barometer, dan Populi Center. Padahal sebelumnya para pengamat dan peneliti itu menilai bahwa isu-isu negatif yang sering digoreng itu berpotensi menurunkan elektabilitas Prabowo-Gibran.
Kita ambil contoh hasil survei terbaru LSI Denny JA yang dilansir dari CNN, calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto meraih elektabilitas tertinggi di kalangan pemilih milenial dan kawasan Jawa Tengah dalam hasil survei terbaru LSI Denny JA periode awal (tanggal 6-13) November 2023.
Elektabilitas Prabowo mencapai 41,6 persen di segmen milenial. Angka ini alami kenaikan ketimbang di bulan Oktober 2023 lalu sebesar 36,9 persen.
Peneliti LSI Denny JA Adjie Al Faraby menilai salah satu faktor kenaikan elektabilitas Prabowo di kalangan milenial karena menggandeng Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Tidak hanya di kalangan milenial, Adjie mengatakan Prabowo-Gibran juga alami kenaikan dukungan di kawasan Jawa Tengah. Pada bulan Oktober 2023, pemilih Prabowo-Gibran di Jateng sebesar 10,7 persen. Di bulan November 2023 saat ini menjadi 24,6 persen.
Ternyata, semakin dihina dan difitnah, elektabilitas Prabowo-Gibran justru semakin naik. Sebaliknya dengan mereka yang sering menyerang Jokowi dan Prabowo, elektabilitasnya justru turun. Pemilih rasional dan pemilih yang puas dengan kinerja Jokowi tidak akan terlalu terpengaruh dengan isu-isu negatif seperti itu. Isu dinasti politik, dll, yang diributkan para elit politik dan pejabat tidak terlalu berdampak pada masyarakat bawah.
Beberapa hasil survei terbaru di tahun 2023 mencatat bahwa kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi tinggi. Survei LSI menyatakan bahwa 81,9 persen warga puas dengan kinerja Jokowi. Sedangkan menurut survei Indikator Politik Indonesia warga yang puas mencapai 75,8 persen, survei Litbang Kompas 74,3 persen, survei Indometer 81,4 persen, survei SMRC 81,7 persen, survei Voxpopuli 80,4 persen, dan survei Y-Publica 80,3 persen.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah Pemimpin yang dibutuhkan rakyat Indonesia itu adalah pemimpin yang bisa membuat Indonesia menjadi lebih maju dan kuat, pembangunan terus berjalan, perekonomian maju, rakyat hidup sejahtera, aman, dan damai; pemimpin yang tidak korupsi, tidak diskriminatif dan rasis.
Prabowo-Gibran diharapkan bisa melanjutkan dan menyempurnakan program-program Jokowi yang baik sekarang ini. Semoga Prabowo-Gibran adalah "the next president and vice president". Semoga Tuhan merestui mereka melalui rakyat. Salam 2 jari ✌️
Tags: Dunia Berita dan Informasi Dunia Opini dan Catatan Editor
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.