Halaman

Belajar dari Iman, Kasih dan Kerendahan Hati Seorang Perwira di Kapernaum

Jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." 
Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." (Lih. Mat. 8:5-13) 
 
Dalam ayat di atas, kita bisa melihat teladan seorang perwira di Kapernaum. Perwira ini menunjukkan kasih dan kepeduliannya terhadap sesamanya yaitu seorang hambanya yang sedang sakit, tanpa melihat status sosial, harta, jabatan, dsb. Dia menunjukkan sebuah sikap yang rendah hati dengan memohon kepada Yesus demi kesembuhan hambanya yang sedang sakit. Imannya yang begitu kuat yang membuat Yesus heran. Dia merasa tidak layak Yesus datang ke rumahnya, tapi dia percaya bahwa sepatah kata saja dari mulut Yesus maka hambanya akan sembuh. Dia percaya meskipun belum melihat buktinya. 

Kehidupan manusia yang duniawi memang sangat manusiawi. Manusia membuat kelompok pergaulan berdasarkan status sosial, harta, jabatan, profesi, pendidikan, dsb. Ada yang mulai memandang rendah yang lain karena miskin, hanya seorang buruh, tidak punya kekuasaan, tidak berpendidikan, dll. Hal itu terlihat jelas baik di dunia nyata maupun dunia maya, sehingga dikenal istilah pergaulan kaum sosialita, kaum borjuis, kaum elit, dsb. Tidak sedikit yang kemudian menjadi tinggi hati dan meremehkan mereka yang berada di bawahnya. Suara mereka sering diabaikan dan tidak ditanggapi baik di dunia nyata maupun dunia maya. 
Sebuah mindset bahwa "pergaulan dengan orang-orang yang sukses akan membawa kita pada kesuksesan" mulai diaplikasi banyak orang dalam kehidupannya. Bahkan orang dengan profesi yang terlihat mulia pun terkadang melakukan itu. Mereka mulai mengeksklusifkan diri dan memilah-milah orang yang akan diresponnya. Orang kaya, punya jabatan, kelas sosial tinggi, dsb, menjadi tolak ukur sebuah kesuksesan dan harus didengar. Sedangkan orang miskin, lemah, sakit dan menderita adalah ukuran sebuah kegagalan yang tidak perlu repot-repot ditanggapi. Manusia mulai mengukur segala sesuatu dari kacamata dunia. Namun tidak demikian dengan Tuhan. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati (lih. 1 Samuel 16:7).

Status sosial, harta dan jabatan, dsb, bukan jaminan sebuah keselamatan, tapi sebuah hati yang mencintai Tuhan dan sesama dengan tulus yang dilihat Tuhan; sebuah hati yang bisa merendah untuk melayani Tuhan dan sesama. Seorang yang penuh kasih dan rendah hati selalu bisa menguasai diri, sabar dan merasa damai. Dia tidak mudah tersinggung menerima sebuah kritikan dan teguran yang baik, dijauhkan dari kesombongan, iri hati, kerakusan, dll. Dia tidak merasa sedih melihat orang lain naik dan sukses, dia juga tidak bahagia melihat orang lain jatuh dan terpuruk.

Marilah kita belajar dari perwira Romawi ini. Kita belajar mengasihi dan rendah hati tanpa melihat status sosial, harta, jabatan, dsb. Biarkan iman kita kepada Tuhan terus bertumbuh dalam pelayanan kita kepada Tuhan dan sesama dengan penuh kasih yang tulus. 
Marilah kita membantu sesama kita yang membutuhkan tanpa memandang bulu.
Semoga kita selalu menyadari bahwa kita hanyalah manusia yang tidak pantas, yang berlumur dosa, sehingga kita tidak berhak memaksakan apa yang menjadi kehendak kita kepada Tuhan. Percaya saja pada Tuhan Yang Mahakuasa dan Maharahim dan teruslah berbuat baik karena Tuhan pasti memberikan yang terbaik bagi kita. Semoga kita semua layak memperoleh keselamatan dari Tuhan. Tuhan memberkati!

🙏🙏🙏

“Gerbang Surga sangat rendah; hanya yang rendah hati yang bisa memasukinya.”- Sta. Elizabeth Ann Seton

“Engkau ingin bangkit?
Mulailah dengan turun ke bawah
Engkau merencanakan membangun menara yang menembus awan?
Letakkan dahulu fondasi kerendahan hati
Kesombonganlah yang mengubah malaikat menjadi iblis
Kerendahan hatilah yang membuat manusia seperti malaikat.” - St. Augustinus

“Hal ini terjadi secara terus menerus : yaitu bahwa Tuhan mengijinkan jiwa untuk jatuh sehingga ia dapat tumbuh menjadi lebih rendah hati. Ketika jiwa itu jujur, dan menyadari apa yang telah dilakukan, dan kembali, ia membuat perkembangan yang meningkat dalam pelayanan Tuhan kita.” - Sta. Teresa Avila

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky