Halaman

Isu Prabowo sebagai Dalang Penculikan dan Penghilangan Aktivis 98 serta Kerusuhan Mei 98


Besok adalah waktu pencoblosan dalam Pilpres 2024 sehingga saya akan membahas isu sensitif yang selama ini dihembuskan lawan politik Prabowo setiap kali Pilpres berlangsung. 

Selama ini Prabowo selalu dituduh sebagai pelaku pelanggaran HAM berat. Dia dituduh menjadi dalang penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis 98 serta menjadi dalang kerusuhan pada 13-15 Mei 1998. Dia juga dituduh melarikan diri ke luar negeri (Yordania) setelah kerusuhan agar tidak dipenjara. 

Dalam beberapa debat terbuka di medsos saya menemukan fakta bahwa dasar tuduhan yang selalu digunakan adalah Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Oleh karena Prabowo terbukti melakukan penculikan dan penghilangan secara paksa aktivis 98 dalam sidang DKP maka Prabowo akhirnya dipecat dengan tidak hormat. 

Benarkah demikian? Kita langsung saja cek dalam Surat DKP. 
Namun, sebelum itu saya jelaskan dulu tentang tuduhan Prabowo melarikan diri ke luar negeri setelah kerusuhan agar tidak dipenjara. 

Prabowo tidak melarikan diri ke luar negeri (Yordania), tetapi dia sudah meminta izin ke Pangab Wiranto dan Presiden Habibie untuk menenangkan diri dari fitnah terhadapnya dan dia akan kembali jika diperlukan. Dia pergi ke luar negeri pada bulan September 98 setelah disidang oleh Dewan Kehormatan Perwira dan keluar Surat Keputusan DKP pada 21 Agustus 1998. 

Sekarang kita masuk dalam Surat DKP. Saya langsung saja ke poin yang berhubungan dengan peristiwa penculikan aktivis 98 agar tidak kepanjangan.
Ini penggalan dari Keputusan Dewan Kehormatan Perwira, menimbang poin d:

d. Memerintahkan anggota Satgas Mawar, Satgas Merpati melalui Kolonel Inf Chairawan (Dan Grup-4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan aktivis kelompok radikal dan PRD yang diketahuinya bukan menjadi wewenangnya yang mengakibatkan Andi Arief, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Nazar Patria, Haryanto Tasalam, Rahardjo Waluyojati, Faisal Reza, Pius Lustrilanang dan Desmond J Mahesa menjadi korban.
Kolonel Inf Chairawan, Mayor Inf Bambang, para Perwira dan para Bintara anggota Satgas Merpati dan Satgas Mawar yakin akan kebenaran tugas karena menurut Danjen "sudah dilaporkan ke Pimpinan" dan "atas perintah Pimpinan".

Berpendapat : Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal TNI Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.

Demikian Keputusan ini ditetapkan pada hari Jum'at tanggal 21 Agustus 1998 oleh Dewan.

KETUA
SUBAGYO HADI SISWOYO
JENDERAL TNI
(ttd) 

SEKRETARIS
DJAMARI CHANIAGO
LETNAN JENDERAL TNI 
(ttd)

WAKIL KETUA
(ttd)
FACHRUL RAZI
LETNAN JENDERAL TNI

ANGGOTA
(ttd)
S.B. YUDHOYONO
LETNAN JENDERAL TNI

ANGGOTA
(ttd)
YUSUF KARTANEGARA
LETNAN JENDERAL TNI

ANGGOTA
(ttd)
AGUM GUMELAR
LETNAN JENDERAL TNI

Jika kita perhatikan nama-nama aktivis 98 yang disebutkan dalam Surat Keputusan DKP, mereka yang disebutkan itu adalah 9 aktivis yang sudah dibebaskan. Di situ juga kita melihat ada nama SBY dan Agum Gumelar yang menjadi anggota DKP.

Jadi, dalam Surat Keputusan DKP tidak disebutkan nama 13 aktivis yang hilang, hanya disebutkan 9 nama aktivis yang telah dibebaskan dan dipulangkan ke rumah mereka masing-masing.

Dalam Surat Keputusan DKP tersebut Satgas Mawar dan Satgas Merpati melalui Kolonel Inf Chairawan (Dan Grup-4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono hanya diberikan tugas untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan aktivis kelompok radikal dan PRD, bukan melakukan penghilangan secara paksa.

Alasan Dibentuknya Tim Mawar dan  Penculikan para Aktivis 98 

Oleh karena adanya kelompok yang berniat untuk menggagalkan Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR maka Danjen Kopassus Mayor Jenderal Prabowo Subianto menugaskan secara khusus melalui perintah lisan kepada Mayor Bambang Kristiono, Komandan Batalyon 42 di bawah Gurp 4/Sandi Yudha Kopassus. Tugas tim adalah untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai kegiatan kelompok radikal tersebut. Mayor Bambang kemudian memanggil Kapten Fauzani Syahril Multhazar, Kapten Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Yulius Selvanus, dan Kapten Dadang Hendra Yudha untuk menganalisis informasi dan membentuk tim khusus pada pertengahan Juli 1997.

Terdapat tiga tim yang dibentuk oleh Mayor Bambang, salah satunya yang paling genting yaitu Tim Mawar yang bertugas untuk mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan dan terror. Bambang memerintahkan Kapten Fauzani memilih para komandan detasemen dan beberapa nama bintara anggota Yon-42 untuk terlibat dalam Tim Mawar. Mereka yang dipilih adalah Kapten Untung Budi Harto, Kapten Djaka Budi Utama, Kapten Fauka Noor Farid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi. Usai Tim Mawar dibentuk, mereka pun mulai menjalankan operasi. 

Pada 18 Januari 1998, terjadi peristiwa ledakan di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Kejadian tersebut kemudian membuat Tim Mawar mengintensifkan kerja mereka. Tim Mawar Menyusun rencana penangkapan sejumlah aktivis yang dicurigai terlibat bom yang tidak sengaja meledak. Mayor Bambang mendapatkan data bahwa terdapat 9 nama yang diprioritaskan untuk ditangkap oleh Tim Mawar. 

Berikut nama 9 aktivis yang diprioritaskan untuk ditangkap:
1. Desmond Junaidi Mahesa, diculik di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, Jakarta, 4 Februari 1998 2. Haryanto Taslam diculik di panpan RSCM, 2 Februari 1998
3. Pius Lustrilanang diculik di panpan RSCM, 2 Februari 1998
4. Faisol Reza, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998
5. Raharja Waluya Jati, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998 
6. Nezar Patria, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998 
7. Aan Rusdianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998 
8. Mugianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998 
9. Andi Arief, diculik di Lampung, 28 Maret 1998.

Sembilan aktivis itu akhirnya berhasil ditangkap. Desmond, Pius, Haryanto, Raharja, dan Faizol Riza yang disekap selama kurang lebih 1,5 sampai 2 bulan dipulangkan ke kampung halamannya. Sedangkan Aan Rusdianto, Mugiyanto, dan Nezar Patria, yang disekap selama tiga hari diserahkan oleh Tim Mawar ke Polda Metro Jaya pada 15 Maret. Ketiganya baru dibebaskan pada 5 Juni 1998.
Akan tetapi, ternyata ada sekitar 13 aktivis lainnya yang juga ditahan oleh Tim Mawar dan mereka belum ditemukan hingga kini.

Berikut nama 13 aktivis yang masih hilang hingga kini:
1. Petrus Bima Anugrah (Mahasiswa Universitas Airlangga, hilang di Jakarta 30 Maret 1998) 
2. Herman Hendrawan (mahasiswa Universitas Airlangga, hilang di Jakarta ada 12 Maret 1998) 
3. Suyat (Aktivis, hilang di Solo pada 12 Februari 1998) 
4. Wiji Thukul (penyair dan aktivis, hilang di Jakarta, 10 Januari 1998) 
5. Yani Afri (sopir dan pendukung PDI Megawati, hilang di Jakarta, 26 April 1997) 
6. Sonny (sopir, teman Yani Afri, hilang di Jakarta, 26 April 1997) 
7. Dedi Hamdun (pengusaha, dan aktif di PPP, hilang di Jakarta, 29 Mei 1997) 
8. Noval Al Katiri (Teman Dedi Hamdun, hilang di Jakarta, 26 April 1997) 
9. Ismail (sopir Dedi Hamdun, hilang di Jakarta, 29 Mei 1997) 
10. Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998) 
11. Hendra Hambali (siswa SMU, hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998) 
12. Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, hilang di Jakarta, 14 Mei 1998) 
13. Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta).

Nah, isu 13 aktivis yang masih hilang ini yang sering kali diangkat kembali dan menjadi perdebatan setiap kali Pemilu. Prabowo dituduh sebagai pelaku penculikan dan penghilangan secara paksa 13 aktivis 98 tersebut.

Yang jadi pertanyaan, jika Prabowo mau menghilangkan para aktivis 98 itu selamanya, mengapa hanya 13 aktivis yang diculik dan dibunuh, sedangkan 9 aktivis lain (yang menjadi prioritas) yang diculik justru dibebaskan? Mengapa tidak semuanya saja dihilangkan selamanya agar tidak ada saksi dan bukti? Bukankah itu berbahaya bagi karier militer Prabowo sendiri?
Malahan yang terjadi sebaliknya ada aktivis yang langsung dipulangkan ke kampung halamannya, dan ada yang dibawa dulu ke kantor polisi sebelum akhirnya dipulangkan ke rumah masing-masing.

Ada kemungkinan terjadi kesalahan teknis, para prajurit yang bertugas di lapangan kehilangan kendali karena situasi saat itu yang tidak kondusif. Tentara juga hanya manusia biasa yang bisa emosi dan terpancing dengan situasi di lapangan (apalagi ketika mereka terjebak dalam kerusuhan) sehingga proses pengamanan para aktivis menjadi berlebihan, waktu penahanan menjadi lebih panjang.

Yang penting untuk diingat, memasuki 1990-an muncul isu perpecahan di tubuh perwira ABRI, yakni antara faksi Merah Putih dan faksi Hijau. Faksi Merah Putih adalah kelompok perwira nasionalis dan dalam taraf tertentu bisa dikatakan sekuler. Faksi ini dimotori Jenderal L.B. Moerdani (Pangab 1983-1988) bersama perwira lain seperti Edi Sudrajat, Luhut Binsar Pandjaitan, Agum Gumelar, Theo Sjafei, dan A.M Hendropriyono. 

Sementara faksi Hijau adalah perwira yang memiliki simpati terhadap kelompok Islam, dalam hal ini Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dipimpin B.J. Habibie. Barisan jenderal yang termasuk dalam faksi ini, antara lain, Feisal Tanjung (Pangab 1993-1998), R. Hartono (KSAD 1995-1997), dan Sjafrie Sjamsoeddin (Pangdam Jaya 1997-1998). 

Akan tetapi, simpati para perwira itu kepada kelompok Islam tidak lepas dari peran Prabowo. Seperti diungkapkan Kivlan Zen dalam Konflik dan Integrasi TNI AD (2004), Prabowo-lah yang mendekati para perwira untuk bersimpati kepada Habibie dan ICMI. Alasan yang dipakai Prabowo adalah membendung pengaruh Moerdani yang berusaha melakukan suksesi, termasuk melalui kudeta terhadap Soeharto. 

Oleh sebab itu juga Prabowo memiliki kedekatan dengan Gus Dur. Dia datang ke kediaman Gus Dur pada 15 Mei pukul 02.00, ketika kerusuhan terjadi. Prabowo datang untuk melakukan pembicaraan khusus bersama tokoh NU itu yang juga sering bersuara lantang terhadap kekuasaan Presiden Soeharto saat itu, sebab Prabowo gusar dituduh sebagai dalang kerusuhan.
Ada teori yang berkembang bahwa tuduhan siapa orang yang bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan Mei 98 paling mudah dilemparkan kepada Prabowo karena dia adalah menantu Presiden Soeharto.

Saat perpecahan terjadi di tubuh ABRI tentu terjadi juga persaingan antarelit militer yang tentunya ada usaha-usaha mereka untuk naik dan saling jegal, termasuk juga persaingan antara Prabowo dan Wiranto. Namun, saya tidak akan membahas hal itu di sini karena sudah terlalu panjang dan sudah out of topic alias OOT.

Prabowo sendiri hanya mengakui 9 aktivis yang ditangkap dan ditahan, tetapi telah dibebaskan. Ia tidak tahu-menahu tentang 13 korban yang hilang dan seorang yang ditemukan tewas.
Oleh sebab itulah mengapa dalam Surat Keputusan DKP hanya tertulis nama 9 aktivis 98 yang sudah dibebaskan tersebut karena tidak ditemukan bukti kuat keterlibatan Prabowo Subianto atas penghilangan secara paksa 13 aktivis 98 tersebut.

Surat Keputusan DKP yang dikeluarkan setelah sidang atas Prabowo Subianto tersebut kemudian menjadi rekomendasi bagi Pangab Wiranto dan Presiden B.J. Habibie yang akhirnya mengeluarkan Keppres Pemberhentian Prabowo Subianto dengan hormat.

Melansir KBR.id, simak isinya di bawah ini!

Isi Surat Pemberhentian Prabowo

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 62/ ABRI/ 1998

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dengan telah diakhirinya masa dinas Keprajuritan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atas nama Letnan Jenderal TNI Prabowo Subianto Nrp 27082 perlu dikeluarkan keputusan pemberhentian dengan hormat dari dinas Keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) dan pasal 10 Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang No. 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan Bersifat Pensiun dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela.
3. Undang-Undang No. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
4. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1990tentang Administrasi Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 69 Tahun 1971 tentang Penggunaan kembali nama dan sebutan Tentara Nasional Indonesia sebagai nama dan sebutan resmi Angkatan Perang Republik Indonesia.
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 60 Tahun 1983 tentang Pokok-Pokok dan Susunan Organisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

Memperhatikan:
Surat Menteri Hankan/ Pangab Nomor: R/ 811/ P-03/ 15/ 38/ Spers tanggal 18 November 1998 tentang usul pemberhentian dengan hormat dari dinas Keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

MEMUTUSKAN
Menetapkan: Terhitung mulai akhir bulan November 1998, memberhentikan dengan hormat dari dinas Keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan hak pensiun Pati tersebut dibawah ini:
Nama : PRABOWO SUBIANTO
Pangkat : LETNAN JENDERAL TNI
NRP : 27082
dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap Negara dan Bangsa selaku Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Dengan catatan:
KEPUTUSAN PRESIDEN RI
NOMOR : 62/ ABRI/ 1998
TANGGAL : 20 NOVEMBER 1998

Dengan catatan:
Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam Keputusan Presiden ini, akan diadakan pembetulan seperlunya.

SALINAN Keputusan Presiden ini disampaikan kepada:
1. Menteri Hankam/ Pangab
2. Kepala Staf TNI-AD

PETIKAN Keputusan Presiden ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan diindahkan

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 20 November 1998

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd,
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

UNTUK SALINAN:
Sesuai dengan aslinya

SEKRETARIS MILITER PRESIDEN
BUDUY SANTOSO, S.E.
MARSEKAL MUDA TNI

Jadi, Keppres ini menjadi bukti bahwa Prabowo Subianto diberhentikan dengan hormat, dengan hak pensiun Pati, dan dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya.
Isu Prabowo Subianto dipecat dengan tidak hormat dan tidak menerima hak pensiun adalah HOAX.

Bagaimana dengan nasib Tim Mawar?

Bambang Kristiono, anak buah Prabowo mengaku bahwa dia sendiri adalah dalang di balik penculikan aktivis. Penculikan itu dilakukan atas inisiatif dia (Bambang Kristiono) sendiri untuk mengkoordinir penangkapan melalui grupnya yang ia beri nama Tim Mawar. Bambang adalah komandan, harus diartikan bahwa dirinya yang bertanggung jawab penuh terhadap anak buahnya dan seharusnya dia menjadi panutan bagi yang lain.

Ada pihak yang juga percaya dengan kesaksian dari Bambang Kristiono dan berpendapat bahwa Prabowo gagal mengendalikan Tim Mawar.

Sebelas anggota tim Mawar sudah di adili oleh Mahkamah Militer Tinggi II pada tahun 1999 dan kemudian naik banding ke Mahkamah Militer Agung pada 24 Oktober 2000. Proses hukum perkara tersebut telah selesai dan berkekuatan hukum tetap pada tahun 2000. Selain itu, para terdakwa yang umumnya perwira militer itu sudah menjalani hukuman sesuai vonis pengadilan. Mereka telah menjalani hukuman penjara dan beberapa dari mereka telah dipecat dari ABRI.

Putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta no. PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999:
- Mayor Infanteri (Inf). Bambang Kristiono
Pidana penjara 22 bulan/dipecat.
- Kapten Infanteri (Inf). Fausani Syahrial Multhazar, jabatan kini Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 0719 Jepara.
Pidana penjara 20 bulan/dipecat.
- Kapten Inf. Nugroho Sulistyo
- Kapten Inf. Yulius Stefanus
- Kapten Inf. Untung Budi Harto, jabatan kini Komandan Kodim 1504 Ambon.
Masing-masing pidana penjara 20 bulan/dipecat
Pidana penjara 20 bulan/dipecat.
- Kapten Inf. Dadang Hendra Yuda, jabatan kini Komandan Kodim 0801 Pacitan.
- Kapten Inf. Djaka Budi Utama, jabatan kini Komandan Yon Infanteri 115 Macan Leuser
Masing-masing pidana penjara 16 bulan.
- Kapten Inf. Fauka Noor Farid
- Serka Sunaryo
- Serka Sigit Sugianto
- Sertu Sukadi
Masing-masing 1 tahun penjara.

Putusan Mahkamah Militer Agung tanggal 24 Oktober 2000:
- Mayor Infanteri (Inf). Bambang Kristiono
Pidana penjara 22 bulan/dipecat.
- Kapten Infanteri (Inf). Fausani Syahrial Multhazar, jabatan kini Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 0719 Jepara.
Pidana penjara 3 tahun.
- Kapten Inf. Nugroho Sulistyo
- Kapten Inf. Yulius Stefanus
- Kapten Inf. Untung Budi Harto, jabatan
Masing-masing pidana penjara 2 tahun 10 bulan.

Kalau kita mau terus berbicara tentang 13 aktivis yang masih hilang, silahkan tanyakan saja kepada pihak berwajib dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang tidak bisa menemukan bukti kuat keterlibatan Prabowo atas hilangnya 13 aktivis 98 yang masih belum ditemukan hingga kini. Tanyakan mengapa mereka (termasuk lawan politik Prabowo) belum bisa menarik Prabowo ke meja hijau dan memenjarakannya untuk kasus penculikan dan pembunuhan.

TGPF juga tidak menemukan bukti kuat bahwa Prabowo merupakan dalang Kerusuhan pada Mei 98 seperti yang dituduhkan selama ini. Padahal fakta menunjukkan sebaliknya, Prabowo melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang justru bukan menjadi wewenangnya, tetapi menjadi wewenang Pangab, termasuk menangkap dan menahan beberapa aktivis (seperti yang tertulis dalam surat Keputusan DKP) sehingga dia akhirnya diberhentikan dengan hormat dari ABRI karena melakukan pelanggaran tersebut.

Soal kerusuhan, Prabowo berpendapat pada 14 Mei 1998 Jakarta ditinggalkan oleh perwira tinggi ABRI. Saat itu mayoritas perwira tinggi militer mengikuti apel di Malang yang dipimpin Wiranto, ujar Prabowo kepada Tesoro. Padahal suhu politik Jakarta sudah membara menyusul penembakan empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei. Prabowo mengaku menelepon Wiranto berulang kali untuk membatalkan apel, tetapi permintaannya ditolak. 

Saat kerusuhan terjadi Presiden Soeharto juga sedang tidak berada di Jakarta karena sedang melakukan lawatan ke Mesir untuk menghadiri acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15.

TGPF menyatakan bahwa dalam kerusuhan 98 terdapat keterlibatan banyak pihak, mulai dari preman lokal, organisasi politik dan massa, hingga adanya keterlibatan sejumlah anggota dan unsur di dalam ABRI yang di luar kendali dalam kerusuhan ini.
Soal aparat keamanan yang kehilangan kendali saat bertugas di lapangan, itu merupakan hal yang wajar karena mereka juga hanya manusia biasa. 

Bayangkan saja dalam melaksanakan tugas pengamanan dalam demo atau kerusuhan yang situasinya panas mereka sering terkena lemparan batu, dll, bahkan sampai berdarah-darah. Hal itu tentu sudah membahayakan keselamatan mereka sendiri sehingga wajar jika mereka melakukan pembelaan diri bahkan emosi. Para pendemo dan perusuh kadang juga sudah sangat keterlaluan.


Namun, jangan lupakan banyak korban lain akibat kerusuhan Mei 98.
Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta Mei 1998 (TGPF Mei 1998), menemukan setidaknya ada sekitar 80-an kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu 52 tindak perkosaan, 14 kasus perkosaan dengan penganiayaan, 10 kasus penganiayaan seksual, serta 9 kasus pelecehan seksual. 
Jumlah itu adalah hasil verifikasi dari TGPF dari data sebelumnya yang berjumlah lebih dari 100 kasus. Di antaranya, ada 103 orang yang diperkosa (1 meninggal), perkosaan dan penganiayaan 26 orang (9 meninggal), pemerkosaan dan pembakaran 9 orang (semua meninggal) dan pelecehan seksual 14 orang (1 meninggal) total korban 152 orang (20 meninggal). 

Jumlah itu mungkin bisa bertambah, karena ada korban dan keluarganya yang mungkin malu mengakui bahwa mereka menjadi korban kekerasan seksual (pelecehan dan pemerkosaan).

Salah satu aktivis 98 yang juga tergabung dalam TKN Prabowo-Gibran sebagai Anggota Dewan Pakar, Budiman Sudjatmiko, menyatakan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan isu-isu 25 tahun telah diselesaikan secara politik dan hukum.
Secara politik, Budiman menjelaskan Prabowo pernah menjadi cawapres Megawati pada pemilu 2009.

"Artinya, pihak-pihak yang sekarang ini menjadi kompetitor kita dalam demokrasi juga pernah melakukan rekognisi, pengakuan bahwa tidak ada masalah dengan Prabowo secara politik," ujar Budiman di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Kebayoran Baru.

Selain itu, Budiman menambahkan, Prabowo pernah dua kali menjadi peserta pilpres. Artinya, Prabowo sudah disahkan secara undang-undang dan sistem kepemiluan.
"Pak Prabowo fit, tidak ada bukti secara hukum yang mengatakan beliau adalah kriminal. Dan secara politik, beliau sudah jadi bagian dari proses demokrasi sejak 25 tahun lalu hingga sekarang," tegas Budiman.

Eks Komisioner Komnas HAM (periode 2012-2017), Natalius Pigai, menyatakan Prabowo Subianto bersih dari dugaan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pernyataan itu disampaikan Natalius Pigai setelah membaca hasil penyelidikan Komnas HAM.

"Hasil penyelidikan Komnas HAM sampai hari ini, dan saya sudah baca, nama Prabowo tidak ada dalam kesimpulan kasus sebagai orang yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia," kata Natalius Pigai saat konferensi pers di Media Center Prabowo-Gibran, Jakarta, Senin, (11/12/2023).

"Dan ini pernyataannya sudah saya keluarkan minggu lalu, tujuh hari lalu, tidak ada yang protes," sambung dia.

Sudah beberapa kali berganti presiden dan partai penguasa, tetapi tidak ada satu pun pemerintah atau partai penguasa yang menjadi lawan politik Prabowo yang mampu memenjarakan Prabowo. Lawan politik Prabowo cuma bisa menuduh tanpa bukti demi kepentingan politik. Tuduhan itu akan muncul setiap 5 tahun sekali ketika Prabowo mencalonkan diri menjadi capres.

Bahkan Megawati pernah menjadikan Prabowo sebagai cawapres untuk mendampinginya sebagai capres dalam pilpres 2009, tetapi sayangnya mereka (termasuk Paslon JK-Wiranto) kalah dengan Paslon SBY-Boediono. Elektabilitas Megawati masih kalah jauh dengan SBY yang menang satu putaran saat itu.

Jika Prabowo berbahaya karena melakukan pelanggaran HAM berat, kenapa Prabowo bisa lolos dalam tes capres dan cawapres sebanyak 4 kali pada tahun 2009, 2014, 2019, dan 2024?
Apakah negara kita ini begitu lemah sehingga bisa kecolongan?

Jika kita menuduh tanpa bukti yang kuat itu bisa jadi fitnah. Tuduhan bisa benar, tetapi bisa juga salah karena masih berupa asumsi (dugaan), sehingga tuduhan itu harus dibuktikan. 

NB: Tulisan ini dirangkum dari berbagai sumber.

0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijaksana dan bertanggung jawab. Terima kasih.

OTHER POSTS

TRANSLATE

TOTAL PAGEVIEWS

  • "THANKS FOR YOUR VISIT!"



    logger

LATEST PRAYER POSTS

 
Copyright © GLORIA DEI World
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | Modified by Franky